Vonis Dahlan Iskan dan Negeri yang Gagal Berterima Kasih
Oleh IMAM SHAMSI ALI*Kali terakhir ke New York, beliau menghubungi saya untuk ketemuan. Tapi, maunya naik subway atau sekalian jalan kaki saja. Kami ajak jalan dengan subway (kereta bawah tanah). Yang menarik perhatian saya adalah keinginan beliau mempelajari bagaimana rel kereta bawah tanah itu beroperasi.
Tahun lalu, ketika saya sempat berkunjung ke Jakarta, saya juga sempat bersilaturahmi di kediaman pribadi beliau di Jakarta. Saya merasakan kesederhanaan yang luar biasa. Kami duduk melantai dan beliau sendiri yang mengambilkan minuman karena istri beliau lagi di Surabaya.
Beberapa kali pertemuan dengan Pak Dahlan Iskan itu secara pasti menjadi pembelajaran besar bagi saya. Bahwa hidup itu tidak lain adalah ”pelayanan”. Memberikan pelayanan terbaik, baik kepada Tuhan (ibadah) maupun kepada sesama manusia dan lingkungan.
Itulah yang beliau lakukan dari masa ke masa. Beliau abdikan hidupnya untuk keluarga, masyarakat, dan negara. Bahkan memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negaranya tanpa pamrih, tanpa mengambil gaji dan fasilitas. Bahkan melimpahkan perusahaan kepada anaknya demi memberikan pelayanan terbaik kepada bangsa dan negaranya.
Tapi dunia memang aneh. Terlalu banyak paradoks yang terjadi. Orang baik, jujur, bersih, sederhana, dan apa adanya, lagi berjasa tanpa pamrih, dibalik menjadi (seolah) pelaku kriminal.
Sebaliknya, penjahat, perampok kekayaan negara, menguras potensi negeri, benalu dalam negeri, angkuh setinggi langit, dibela bak pejuang. Bahkan tidak tanggung-tanggung, sering kali penguasa bermuka kebal, membela para penjarah negeri yang angkuh itu.
Seorang anak negeri yang lahir, besar, mengalami hidup sebagai anak desa yang miskin, menggeliat menjadi orang sukses, kesuksesan itu bukan karena fasilitas negara yang pernah menyekolahkannya di luar negeri. Tapi karena jiwa besarnya untuk sukses dan akhirnya mencapai jenjang yang sangat tinggi dalam ekonomi serta pelayanan publik.
Pekerja keras hingga larut malam dan memulai hari lebih awal daripada siapa pun di negeri ini. Beliau mengejar pesawat siang, sore, dan malam agar bisa hadir ke tempat-tempat terpencil, berjalan kaki menembus hutan-hutan di berbagai pelosok negeri, mendaki gunung, pulau nun jauh di sana, menginap di mana saja, makan apa saja asal halal, dan menjalani hidup seperti siapa pun.