Wabah Virus Corona, Masyarakat Diminta Tak Perlu Lakukan Panic Buying
Kedua adalah keuangan rumah tangga terganggu. Saat merasa terancam, secara psikologis dapat berakibat pada berkurangnya proses berpikir rasional dan lebih mudah terpengaruh dengan pola pikir kelompok.
Dalam kasus virus Corona ini, dengan tersebarnya berita banyaknya kelompok masyarakat yang langsung memborong barang rumah tangga dalam jumlah banyak, ternyata otomatis langsung diikuti oleh kelompok lainnya (di sini juga terjadi efek latah).
Namun patut dipahami secara tidak sadar hal tersebut akan berdampak pada keuangan rumah tangga, karena pembelian impulsif bisa saja menyedot dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah.
Ketiga terjadinya pemborosan. Bayangkan anda membeli 50 kardus mie instan dan menimbun 100 kg beras sementara stok barang akan tetap cukup seperti apa yang dijanjikan pemerintah saat ini dan kondisi virus Corona tidak seburuk yang ditakutkan di tanah air.
Maka pembelian berdasarkan panic buying tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pemborosan karena akan cukup sulit untuk menghabiskan bahan makanan tadi sebelum masa kedaluwarsanya. Misalnya, beras mungkin berkutu dan rusak apabila disimpan terlalu lama.
“Fenomena panic buying ini dapat menimbulkan kerugian secara keuangan tidak hanya secara personal namun juga secara luas. Kami menyarankan untuk menahan diri dan membeli barang dalam jumlah sewajarnya,” ujar Alexander Adrianto Tjahyadi, Audit & Assurance Partner Grant Thornton Indonesia.
“Melihat potensi kerugian yang akan diakibatkan tentu akan lebih bijak untuk menahan diri dan bersikap sewajarnya dalam menanggapi isu virus Corona ini,” tambahnya.(jpnn)