Waduh, 5 WNI Ini Ingin Jual Ginjal ke India, Diiming-imingi Uang Sebegini
jpnn.com, SURABAYA - Sebanyak lima warga negara Indonesia (WNI) ingin menjual ginjal secara ilegal ke India. Mereka pun diamankan petugas Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya bekerja sama dengan personel Lanudal Juanda di Terminal 2 Bandara Internasional Juanda, Surabaya, Sabtu (9/11).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya Ramdhani mengatakan pengakuan awal seorang penumpang memicu kecurigaan petugas ketika seorang WNI yang berencana menggunakan penerbangan pesawat Malindo Air dengan nomor OD353 tujuan Surabaya-Kuala Lumpur, serta penerbangan lanjutan dengan nomor OD205 rute Kuala Lumpur-New Delhi, India, terdapat kejanggalan ketika dilakukan pemeriksaan awal di konter keberangkatan.
"Ketika tiba di pemeriksaan awal di konter keberangkatan, tim kami merasa curiga dengan WNI tersebut karena keterangan yang disampaikan oleh WNI tersebut banyak kejanggalan. WNI ini mengaku hendak berobat, namun banyak informasi yang tidak sinkron dari data yang mereka miliki," kata Ramdhani saat konferensi pers pengungkapan kasus itu di Mako Lanudal Juanda, Senin (11/11).
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, jelas Ramdhani, terungkap bahwa bukan hanya satu orang, melainkan lima orang yang diduga terlibat dalam skema penjualan dan transplantasi ginjal ilegal.
Lima orang yang terduga pelaku dugaan transplantasi dan jual beli organ ginjal manusia secara ilegal itu, yakni AFH (31) asal Sidoarjo, AWSR (28) asal Sidoarjo, RAHM (29) asal Malang, MBA (29) dan NIR (28), keduanya asal Sukoharjo.
"AFH dan istrinya ASWR mengaku kepada petugas berencana bepergian dengan dalih pengobatan penyakit kulit. Namun, dokumen medis yang dimiliki ternyata mengarah pada pemeriksaan urologi dan transplantasi ginjal," ucapnya.
Hasil penyelidikan mengungkapkan lima orang WNI itu bukan pelaku tunggal, tetapi bagian dari jaringan terstruktur yang memanfaatkan platform digital untuk memfasilitasi transaksi.
"Kami menemukan komunikasi digital yang menunjukkan keterlibatan perantara dan donor, serta penggunaan media sosial untuk mencari korban baru," tambah Ramdhani.