Waisak, Lebih dari Sekadar Meditasi
Sabtu, 29 Mei 2010 – 03:33 WIB
Dalam renungannya, Jotidhamo Mahathera mengatakan bahwa Tri Hari Suci adalah memperingati saat kelahiran, pencapaian penerangan sempurna, serta saat mangkat dari manusia biasa yang rela meninggalkan keduniawian demi harapan mengatasi penderitaan hidup yang didambakan semua makhluk. "Selama kurang lebih enam tahun lamanya, beliau (Sang Buddha) meninggalkan kenikmatan dunia, termasuk rela meninggalkan istri dan anaknya, untuk mengelembana dan bertapa serta menderita senggara. Semua itu dilakukannya, demi cintanya pada semua makhluk agar terbebas dari penderitaan," terangnya, sambil meminta umat Buddha untuk lebih menghayati keagungan Sang Buddha dengan menjalankan sembilan sifat luhur.
:TERKAIT Usai renungan, upacara dilanjutkan dengan meditasi dan pemercikan air berkah dari beberapa biksu perwakilan Sangha Mahayana, Agung dan Sangha Theravada. Siangnya sekitar pukul 13.00 WIB, dilakukan arak-arakan Puja Bhakti dari Candi Mendut melewati Candi Pawon, hingga berakhir di Candi Borobudur. Sesampai di pelataran timur Candi Borobudur, mereka kembali melakukan puja bhakti dan meditasi, diawali pembakaran dupa oleh pimpinan Bhikkhu dari 3 Sangha.
Sementara Bhikkhu Dhammhakaro Thera, dalam pesan waisaknya menuturkan jika Waisak merupakan sejarah umat manusia. "Waisak merupakan kemenangan umat manusia saat Sidharta mencapai pencerahan dengan usahanya sendiri. Karena itu, kita harus kembali menegakkan kebenaran yang selama ini sudah terkurung dalam kenikmatan duniawi. Kejujuran, ketulusan hati, keadilan dan kebijaksaan batin, harus disegarkan kembali," pintanya.