Wakil Ketua MPR Dukung Resolusi Dewan HAM PBB Soal Penolakan Kebencian Agama
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Menlu Retno Marsudi sudah menyatakan dukungan terhadap resolusi ini.
"Itu perlu diapresiasi. Namun juga perlu dipastikan, agar sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, sikap resmi Indonesia hendaknya bukan hanya sekadar mendukung, melainkan ada keikutsertaan dalam bentuk aksi nyata dari pemerintah Indonesia agar resolusi ini benar-benar bisa digunakan untuk mencegah aksi-aksi intoleran dan radikal dalam bentuk penodaan agama seperti dalam kasus terulang pembakaran Al-Qur'an tersebut," terangnya.
HNW juga berharap Indonesia dapat kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB pada periode 2024-2026 mendatang.
Menurutnya, hal ini penting untuk dilakukan agar Indonesia dapat bekerja sama dengan negara lain, termasuk dengan negara-negara OKI sehingga penerapan HAM di PBB berjalan dengan konsisten.
HNW menyampaikan sikap beberapa negara yang menolak resolusi ini perlu dikritisi, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara yang bernaung di Council of Europe seperti Belgia, Perancis, Jerman, Luxembourg dan lain sebagainya.
“Padahal Pengadilan HAM Eropa yang bernaung di bawah Council of Europe dan dikenal pengadilan HAM terbesar di dunia juga telah menyatakan dalam kasus ES vs Austria memutuskan bahwa menghina Nabi Muhammad bukanlah kebebasan berekspresi. Seharusnya, logika yang sama berlaku terhadap pembakaran Al-Qur'an. Bahwa itu juga bukan bentuk kebebasan berekspresi,” terangnya.
Dia menambahkan dalam kasus Swedia, apabila negara tersebut konsisten terhadap penerapan rule of law, dan memerangi sikap intoleran sudah seharusnya peraturan nasional mereka yang membolehkan pembakaran Al-Qur'an sebagai bagian dari kebebasan berekspresi segera direvisi.
"Mengacu kepada putusan dari Dewan HAM PBB yang menolak penistaan agama, seperti dalam bentuk pembakaran Al-Qur'an tersebut,” pungkasnya. (mrk/jpnn)