Wamenag Zainut: Warga Kampus Harus Dibebaskan dari Polarisasi & Kubu-kubuan
jpnn.com, JAKARTA - Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan pemberlakuan PMA 68 untuk proses pemilihan rektor perguruan tinggi keagamaan negeri (PTKN) di lingkungan Kemenag yang mulai berlaku sejak 2015 dinilai sudah on the track dan patut dipertahankan.
Lahirnya peraturan menteri agama atau PMA 68 sudah pasti didahului dengan kajian akademis yang matang dan berdasarkan praktik pengalaman yang sudah berjalan selama ini.
"Menurut saya PMA 68 merupakan solusi jalan tengah yang sangat moderat. Dari sistem pemilihan rektor yang sangat liberal dan pemilihan rektor yang sangat otoriter," kata Wamenag Zainut, Minggu (20/11).
PMA 68, ujarnya, memberikan ruang keterlibatan pihak kampus melalui seleksi penjaringan bakal calon secara terbuka. Juga melibatkan pihak luar melalui Komisi Seleksi (Komsel) untuk melakukan uji kepatutan dan uji kompetensi.
Wamenag Zainut menegaskan posisi menteri agama sebagai pengambil keputusan akhir sudah pada tempatnya. Sebab, kedudukannya sebagai wakil pemerintah yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama. Hal itu pun dilakukan setelah melalui sebuah proses yang cukup transparan, akuntable dan demokratis.
"Jadi, tidak benar kalau hal itu dianggap sebagai kebodohan dan tidak transparan," ujarnya.
Menurut Zainut, perguruan tinggi sebagai intitusi pendidikan harus dikelola secara profesional dan dijauhkan dari praktik-praktik politik partisan yang dapat menimbulkan konflik serta membelah keutuhan warga kampus. Warga kampus harus dibebaskan dari friksi, polarisasi dan kubu-kubuan, sehingga kampus bisa melaksanakan mandatnya sebagai institusi terhormat.
"Ingat kampus itu mengembangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat tanpa ada beban konflik dan perseteruan," pungkas Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi. (esy/jpnn)