Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Warga Demo Besar – besaran saat Tambang di Lereng Gunung Lawu dan Wilis Ditutup

Rabu, 27 Maret 2019 – 00:45 WIB
Warga Demo Besar – besaran saat Tambang di Lereng Gunung Lawu dan Wilis Ditutup - JPNN.COM
Kondisi pertambangan di Dusun Manden, Desa Sidorejo, Kendal, Ngawi. Foto: Agus Dwi Prasetyo/Jawa Pos

Sidorejo memang berubah. Sebagian wilayah desa yang berjarak 27 kilometer dari Kota Ngawi tersebut telah menjadi area penambangan batu andesit. Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur 2017–2018 menyebutkan, ada 17,92 hektare lahan yang mendapat rekomendasi teknis (rekomtek) izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi batu andesit.

Dari penelusuran Jawa Pos, produksi batu di Sidorejo terpencar di sejumlah dusun. Selain Manden, ada pula produksi di Dusun Wonorejo, Basri, Wijil, dan Tanon. Mayoritas merupakan tanah milik warga yang dieksplorasi orang luar desa. Konon, kualitas andesit asal Sidorejo di atas rata-rata. Satu dump truck kapasitas full 7 meter kubik (satu rit) dihargai Rp 650 ribu sampai Rp 700 ribu.

Laju bisnis batu di Kendal menggeliat sejak 2016 hingga sekarang. Saat ini jalanan desa di sana tak pernah sepi. Lalu-lalang truk keluar masuk desa. Warga setempat membuka sejumlah posko di ”pintu masuk” lokasi tambang untuk mendata jumlah truk dan kuli angkut.

”Sekarang jadi mata pencarian utama kami,” ujar warga yang tidak ingin disebutkan namanya itu.

Tidak sedikit warga yang menggantungkan hidup dari tambang yang berdekatan dengan rumah tinggal mereka. Mereka menjadi tukang pemecah batu tradisional, kuli angkut, atau sopir ataupun membuka warung makan.

Kuli angkut, misalnya, mendapat upah Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per rit. Sedangkan pemecah batu umumnya mendapat bayaran ketika produksinya laku.

Pada 2016 lokasi tambang di seluruh Ngawi sempat dihentikan beroperasi karena peralihan perizinan dari kabupaten ke Pemprov Jatim. Warga yang merasa kehilangan mata pencarian mengamuk.

Mereka berdemo besar-besaran. Menuntut pemerintah setempat membuka kembali keran bisnis mereka. ”Masyarakat jadi sensitif kalau tambang itu ditutup,” ujar pria 29 tahun itu.

Eksplorasi lereng Gunung Lawu dan Wilis mengubah kondisi di wilayah itu, masyarakat jadi sensitif kalau tambang itu ditutup.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close