Warga Frustrasi Akibat Digempur Mafia Tanah, Tokoh Adat Manggarai Langsung Merespons, Simak Kalimatnya
Di Flores, kasus misalnya terkait lahan suku Paumere di Nangapanda, Kabupaten Ende yang diklaim milik institusi TNI; kasus penguasaan lahan Sepang-Nggieng di Labuan Bajo; dan konflik lahan Desa Pubabu, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Menurut Petrus, konfik lahan terjadi karena masuknya pemilik modal dan mafia besar untuk kepentingan bisnis dan lain sebagainnya.
"Kehadiran mereka memunculkan persoalan. Dengan kekuatan modal, pengusaha dan mafia besar bisa beli semua, mereka acak-acak semua," kata dalam diskusi RKN.
Petrus yang juga advokat Peradi ini mengatakan, dari segi regulasi yang diatur dalam UUD 1945, UU Agraria, peraturan pemerintah dan lain sebagainya, ditekankan perlindungan negara atas tanah ulayat dan masyarakat adat.
"Tetapi dalam praktiknya banyak penggusuran atas nama kepentingan nama lapangan kerja dan pembangunan. Masyarakat yang jadi korban. Tidak ada perlindungan negara," jelas Petrus.
Anggota Komisi IV dari Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pengganti UU No 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan harusnya menjadi langkah baru bagi negara untuk memperhatikan masyarakat adat.
Namun faktannya, kata pria yang akrab disapa Ansy Lema ini, kerap kali hak masyarakat adat dicaplok atas nama pembangunan.
"Ini membuat masyarakat adat dengan hak-haknya mengalami proses marjinalisasi," ujar Ansy.