Wayan Sudirta DPR: Sekjen PDIP Menghormati Penerapan Prinsip Negara Hukum
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Dr. I Wayan Sudirta mengatakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto telah menghormati sistem hukum dan penerapan prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Konstitusi (UUD NRI 1945) yang melandaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan (machtstaat).
“Prinsip ini sangat dijunjung tinggi dalam filosofi PDI Perjuangan sebagaimana arahan Ketua Umum PDIP (Megawati Soekarnoputri, red) kepada kader-kadernya untuk menghormati dan menerapkan filosofi Pancasila dan UUD 1945 yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa (Founding Fathers),” ujar I Wayan Sudirta di Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Wayan Sudirta menyampaikan hal itu menanggapi langkah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang telah memenuhi panggilan Polda Metro pada 4 Juni 2024 terkait dengan pemeriksaan dugaan tindak pidana penghasutan sebagaimana diatur dalam Pasal 160 KUHP dan Pasal 28 dan 45A Ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang dilaporkan oleh dua orang.
Menurut Wayan Sudirta, langkah Sekjen PDIP tersebut mencerminkan sikap kesatria dan menjunjung tinggi prinsip bahwa seluruh warga negara tanpa memandang peran dan kedudukannya wajib menjunjung tinggi hukum dan menghormati proses hukum (equal).
Lebih lanjut, Wayan Dudirta memberikan tanggapan terkait substansi dugaan tindak pidana yang dilaporkan. Pertama, Sekjen PDI Perjuangan menghormati proses hukum yang dilakukan, yakni yang berasal dari laporan masyarakat esuai dengan ketentuan.
“Kedua, tanpa mengurangi rasa penghormatan terhadap proses hukum, dalam pemahaman saya, tindak pidana ini adalah merupakan tindak pidana materiil yang perlu dibuktikan lebih lanjut terkait dengan niat (mens rea) dan akibat yang ditimbulkan,” ujar Wayan Sudirta.
Pada saat ini, menurut Alumnus Doktor Hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini, proses hukum masih dalam pemeriksaan. Namun, masyarakat tentu juga sudah dapat menilai atau membedakan, apakah ini merupakan pernyataan publik secara politis dan kritis atau sebuah pernyataan menghasut.
“Bahkan pernyataan tersebut dalam pemahaman saya juga bukanlah sebuah pernyataan penghinaan (haatzai artikelen) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) maupun penghasutan melawan kekuasaan pemerintah yang sah,” ujar Wayan Sudirta.