Webinar UI: Perlu Pengawasan Lebih Ketat di Industri Jasa Keuangan
Asosiasi Fintech Indonesia melaporkan hingga saat ini sudah ada lebih dari 20 jenis layanan keuangan digital yang ditawarkan oleh sekitar 355 fintech.
Dalam Webinar tersebut, Prof Jimly Asshidduqie memaparkan bahwa OJK lahir dari semangat reformasi untuk menghadirkan sistem pengaturan dan pengawasan pada kegiatan jasa keuangan, sehingga keberadaannya independen dan bebas dari campur tangan pihak lain.
OJK mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang dalam pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Sementara itu, Mirza Adityaswara dalam kesempatan itu menyampaikan OJK harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Menurutnya, untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, OJK perlu melakukan transformasi dan soliditas sekaligus tekad bersama dari komisioner dan organisasi didalam OJK, maupun dengan stakeholders lainnya seperti DPR RI.
Mirza juga memaparkan perkembangan industri Fintech P2P Lending, yang hingga Triwulan III-2021 jumlah penyelenggara terdaftarnya mencapai 107, dengan aset mencapai Rp 4,47 triliun.
"Jumlah pemberi pinjaman ke masyarakat mencapai 772.534 kreditur, dengan jumlah penerima kredit mencapai 70.286.048 jiwa. Jumlah pinjaman yang tersalurkan ke masyarakat hingga triwulan III-2021 sudah mencapai Rp 262,93 triliun," sebutnya.
Turut hadir menjadi narasumber lainnya, Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus Pakar Hukum Asuransi Kornelius Simanjuntak, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus Pakar Hukum Keuangan Publik Dian Nugraha Simatupang, Dosen UGM sekaligus Pakar Ekonomi Bidang Corporate Finance and Risk Management Eddy Junarsin, serta Pakar Hukum Fintech dan Keuangan Digital sekaligus Direktur Hukum Finpedia dan Komisaris Digiscore Chandra Kusuma. (mrk/jpnn)