WEF Davos: Indonesia Usulkan Mekanisme Carbon Credit dan Peran Industri Sawit
jpnn.com, JAKARTA - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik, termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global. Terutama untuk pencapaian SDGs - perspektif bisnis, serta kebijakan yang telah diambil pemerintah Indonesia.
"Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3,5 persen PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10 persen dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40 persen dari total minyak nabati dunia," ujar dia dalam kegiatan TropicalForest Alliance (TFA) di World Economic Forum, Davos, Swiss, Kamis (23/1).
Selain itu, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan bagi 10 juta orang," ujar Menko Airlangga. Dengan kata lain, industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal oleh Pemerintah.
Menko Airlangga menyampaikan bahwa Indonesia saat ini tengah mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit, antara lain melalui pengembangan B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fossil.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon. "Indonesia juga sedang mengembangkan skema kredit karbon gunamendukungupaya pelestarian lingkungan," kata Menko Airlangga.
Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektar yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun.
Menko Airlangga mengakui bahwa tantangan utamanya terletak pada upaya mengonversikan carbon foot print ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Indonesia mengajak para peserta yang hadir, khususnya dari kalangan bisnis, untuk mulai berinvestasi di sektor karbon.
Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting.