Wenri Wanhar, Sempat jadi 'Mata-mata', Memburu Denyut Peristiwa Sejarah
Caranya bukan hanya mengunjungi setiap tempat terjadinya peristiwa sejarah yang sudah jamak dilakukan sejarawan lain. Tapi sekaligus merasakan sendiri peristiwa yang akan ditulis.
Secara umum, historiografi atau ilmu penulisan sejarah sebenarnya bisa dilakukan lewat riset pustaka dan oral alias wawancara saksi mata atau sumber yang terkait dengan sebuah peristiwa sejarah.
Dalam terminologi jurnalistik, yang dilakukan Wenri itu mungkin bisa disebut sebagai ”jurnalisme partisipatif”. Seperti jurnalisme partisipatif yang bisa melahirkan tulisan-tulisan yang hidup, ”penelusuran partisipatif” ala Wenri juga bisa menghasilkan temuan-temuan segar dan mengejutkan.
Bagi pengasuh rubrik Historiana di situs JPNN.com itu, di hadapan penulisan sejarah negeri ini yang masih dipenuhi banyak ruang gelap, kegigihan dalam pengungkapan fakta seperti itu sangat penting. Itu dilakukan agar semua sisi yang selama ini tenggelam dan tidak diingat bisa muncul lagi ke permukaan.
Misalnya saat dia menulis Jejak Intel Jepang. Buku tersebut terinspirasi sepenggal informasi saat meriset untuk buku Pasukan M. Yakni tentang granat yang dimiliki pasukan tersebut.
Yang memasok granat itu ternyata seorang intel asal Jepang yang bernama Arif Tomegoro Yoshizumi. ”Dia ini kepala intel Jepang dan tangan kanan Laksamana Maeda. Tomegoro ini pula yang mengatur acara penyusunan teks proklamasi,” ujarnya.
Meski Tomegoro memiliki peran begitu besar, ternyata tak mudah mendapatkan informasi soal dia. Mungkin karena posisinya sebagai intel yang memang mengharuskannya selalu bergerak di balik layar.
”Saya coba hubungi beberapa kawan yang tinggal di Australia, siapa tahu ada informasi di perpustakaan nasional di sana. Sebab, Arif Tomegoro pernah tertangkap pasukan sekutu di Palembang dan dikirim ke kamp tahanan di Australia,” terangnya.