Wisata Budaya Reog Tengger Makin Perkuat Atraksi Pariwisata Bromo
Secara umum reog Tengger, mirip dengan reog Ponorogo. Sebab, pakem utama reog Tengger mengacu pada reog Ponorogo. Misalnya cerita pertarungan Singobarong dengan Kelanaswandana memperebut Dewi Songgolangit, putri Kerajaan Kediri yang terkenal cantik. Kelanaswandana akhirnya menikahi Dewi Songgolangit.
Meski demikian, cerita ini mulai terlupakan di reog Tengger. Warga hanya mengenal, ini kesenian turun temurun. Juga, ada beberapa hal yang membedakan reog Ponorogo dan Tengger. Seperti yang disampaikan Misnan, 54, dukun di Kelompok Seni Jaranan Kreasi Abdhi Budoyo, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.
Warga Desa Ngadisari ini menyebut, reog Ponorogo kekuatannya dari olah kanuragan. Sedangkan reog Tengger khusus untuk kalap/ kesurupan. Reog Ponorogo menurutnya, harus dipelajari dan dilatih khusus. Mengingat kekuatan yang yang didapat dari ilmu kanuragan. Sedangkan reog Tengger relatif bisa dilakukan oleh siapapun. Bahkan, anak kecil sekalipun. Asal secara fisik mampu.
“Saat tampil, dukun akan mengundang makluk lain untuk kalap. Jika sudah kalap, orang bisa dan mampu memainkan reognya. Jika belum kalap, sangat sulit. Sebab, berat dari reog itu men capai 30 kilogram. Dan hanya ditahan de ngan menggunakan gigi,” terangnya.
Hal senada diungkapkan Koordinator Kelompok Sadar Wisata (Darwis) Lembaga Desa Wisata (Ladewi) Supriyanto. Menurutnya, perbedaan reog Tengger dan Ponorogo terjadi, karena inovasi semata. Misalnya, pengiring lagu. Warga Tengger yang kental dengan adatnya, juga penggemar campur sari. Karena itu, pe ngiring lagu untuk reog yang dimainkan di Desa Jetak, yaitu lagu campur sari.
“Ada beberapa peleburan dan inovasi yang digunakan lantaran menyesuaikan dengan adat di desa,” katanya.
Ngantoro, dukun reog di Darwis Ladewi menambahkan, hingga kini, keberadaan reog Tengger selalu terjaga. Sebab, sejumlah kegiatan masih sering menjadikan reog Tengger sebagai hiburan. (jpnn)