WNI Terpidana Mati: Arwah Saya akan Gentayangan Menuntut Balas
Penjelasan itu ditolak oleh pengadilan, meskipun tersaji tubuh memar Zainal sebagai bukti.
"Saya tidak bisa menerima perlakuan ini. Hukum tidak adil buat saya. Untuk orang-orang kecil seperti saya," tulis Zainal dalam surat yang dia buat pada 5 Maret itu.
"Apabila Bapak Jaksa Agung dan seluruh perangkat hukum yang terlibat dalam pelaksanaan eksekusi terhadap diri saya tetap memaksakan kehendak, maka arwah saya tidak tenang, gentayangan, akan menuntut balas termasuk kepada istri, anak, dan keturunannya. Ini dari lubuk hati saya yang paling dalam," tulis Zainal.
Zainal mungkin pantas geram. Dengan kondisi ekonomi tidak mendukung, dia tidak bisa melacak apa yang terjadi. Mendekam putus asa di penjara.
Pada persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, 13 Agustus 2001, Zainal dituntut hukuman penjara selama 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum dan dijatuhi vonis lebih berat oleh majelis hakim yakni selama 18 tahun penjara.
Tak menyerah, Zainal berupaya banding ke Pengadilan Tinggi Palembang namun putusan pengadilan justru menjatuhi vonis hukuman mati pada 4 September 2001. Kemudian ia mengajukan kasasi atas putusan PT itu pada 3 Desember 2001 namun putusan tersebut justru diperkuat Mahkamah Agung.
Tak terhenti pada upaya kasasi saja, Zainal juga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2005 dan hingga kini tidak pernah mendapatkan jawaban.
Puncak upaya hukumnya yakni pada 2015 dengan meminta grasi tapi ditolak Presiden Joko Widodo.