Yakin Masih Ada Tsunami saat Malam, Pilih Tidur di Hutan
Selasa, 02 November 2010 – 07:07 WIB
Dia menceritakan, pascatsunami, warga sempat kelaparan. Mereka pun terpaksa bergantian mengambil air kelapa dan mengumpulkan sisa-sisa makanan yang terserak. Karena air tawar juga sulit didapatkan, bantuan berupa mi instan yang sempat dikirimkan lewat udara oleh militer pun sia-sia.
Tenda darurat didirikan tim perintis berdekatan dengan pantai. Akibatnya, warga menolak tinggal di sana. Warga memilih bermalam di gubuk-gubuk dan tempat pengungsian semipermanen yang didirikan di dataran tinggi di hutan. Ketika matahari tenggelam, mereka tampak panik dan berlarian kembali ke dalam hutan. Rendahnya pendidikan membuat para korban yang trauma mengira bahwa tsunami hanya terjadi saat malam. "Karena itulah, kami takut tidur di tenda. Sebab, saat malam, gelombang bisa datang," ujar salah seorang warga dengan raut muka serius.
Kini, mereka berangsur-angsur mendapatkan bantuan dari para relawan yang memberanikan diri menembus laut. Perjalanan ke lokasi bisa ditempuh lebih dari empat jam disertai ancaman badai serta ombak tinggi. Kendala lain adalah perubahan cuaca yang terjadi sangat cepat.