YLKI Minta Sertifikasi Halal Bersifat Wajib
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta sertifikasi halal bersifat mandatori. Bila bersifat sukarela (voluntary), produk luar negeri tidak akan mendahulukan sertifikasi.
"Produk makanan China, Jepang dan Korea masuk dulu untuk mengejar keuntungan ekonomi di negara mayoritas berpenduduk Islam. Setelah itu, baru sertifikasi halal mereka urus," kata Tulus Abadi, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (3/6).
Anehnya, lanjut dia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membiarkan banyak produk asing masuk ke Indonesia yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia tentang konten barangnya.
"Padahal UU sudah mengatur setiap barang impor harus menggunakan Bahasa Indonesia untuk menjelaskan konten produknya," ungkap Tulus.
Sebelum memberlakukan sertifikasi halal sebagai mandatori, terlebih dahulu harus dipastikan penyebaran perangkat regulasi merata ke sejumlah daerah.
Dia contohkan, kawasan Pineng di Malaysia, mayoritas penduduknya non-Muslim tapi setiap hotel wajib menggunakan sertifikasi halal.
"Beda dengan Bali, yang objek wisatanya juga banyak dikunjungi muslim tapi hotel-hotelnya tidak mengantongi sertifikasi halal," ujarnya.
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim, menambahkan prinsip dari mandatori sertifikasi halal itu bukan melarang makanan haram.