Yusril: Perppu Ormas Lebih Kejam Dari Penjajah Belanda
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengingatkan semua pihak terkait potensi bahaya yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Di antaranya, dalam Perppu kini diatur sanksi pidana. Sanksi ini dapat dikenakan kepada setiap orang yang menjadi anggota atau pengurus ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung, menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila.
“Melanggar ketentuan ini dapat dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun,” ujar Yusril dalam pesan elektronik yang diterima, Jumat (14/7).
Selain itu, bagi pihak yang dituding melanggar juga dapat dikenai pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dimuat dalam Pasal 82A ayat 2 dan ayat 3 Perppu Nomor 2/2017.
Artinya menurut mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini, jika sebuah ormas mempunyai satu juta anggota, maka karena organisasinya dianggap bertentangan dengan Pancasila dan melanggar ketentuan Pasal 59 ayat 4, semuanya bisa dipenjara seumur hidup atau paling minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun.
"Ketentuan seperti ini sepanjang sejarah hukum di negeri kita sejak zaman penjajahan Belanda sampai zaman Orde Lama, Orde Baru dan reformasi, belum pernah ada kecuali di masa Presiden Jokowi ini," ucapnya.
Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini mencontohkan, bahkan terhadap parpol yang dibubarkan di zaman Orde Lama seperti Masyumi dan PSI, atau PKI yang dibubarkan di awal Orde Baru, ketentuan untuk memenjarakan semua anggota parpol yang bertentangan dengan dasar negara Pancasila, tidak pernah ada.
"Karena itu saya mengingatkan ormas-ormas Islam yang sangat antusias dengan lahirnya perppu ini, agar hati-hati dalam mengambil sikap. Ingat, semua ormas bisa dibidik, bisa saja diciptakan opini negatif lantas diberi stigma sebagai ormas anti Pancasila untuk kemudian secara sepihak dibubarkan oleh pemerintah," katanya.