Zaytun Simanullang
Oleh: Dahlan IskanLalu Panji diajak pula melihat pondok di Kaliwungu, sebelah barat Semarang. Ada paman yang lain di pondok Kaliwungu.
Akhirnya Panji memilih sekolah di Pondok Modern Gontor, Ponorogo. Yakni pondok yang siswanya harus bisa bahasa Arab dan bahasa Inggris –yang masih langka di zaman itu.
Santri pondok Gontor juga campur antara yang NU dan Muhammadiyah.
Dari Gontor, Panji meneruskan kuliah di IAIN Syarief Hidayatullah, Ciputat, Jakarta. Ia mengambil jurusan sulit: Adab. Yakni sastra Arab dan Islam.
IAIN Ciputat saat itu diakui yang paling maju kajian Islamnya. Tokoh-tokoh pemikir Islam lahir dari sana. Termasuk pembaharu pemikiran Islam, Dr Nurcholish Madjid.
Di Ciputat, Panji menjadi aktivis mahasiswa. Ia masuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia pernah menjadi pengurus cabang Ciputat di saat Nurcholish Madjid menjadi ketua umum PB HMI.
"Saya ikut menyuarakan agar Cak Nur dipilih kembali untuk periode kedua," ujar Panji. Yakni ketika HMI mengadakan muktamar di Malang.
Setamat IAIN, Panji menjadi pengajar di Matla'ul Anwar. Yakni pesantren yang dekat dengan Golkar. Zaman itu ada sayap pendidikan Islam di Golkar. Namanya GUPPI –Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam.