Zohri Sebentar Lagi
Oleh Dahlan IskanDi desa itulah Zohri sekolah. Ternyata selama di SD belum kelihatan bakat lari Zohri. Ia tidak suka atletik.
Tamat SD Zohri masuk SMP. Di desa yang sama. Sampai kelas dua pun belum tampak: minatnya pada atletik.
Baru di kelas 3, Bu Rosida, guru olahraga di SMPN 1 Pemenang ‘menemukannya’. Alumni IKIP Mataram ini kadang sabar. Kadang juga keras. Dalam menghadapi Zohri.
Awalnya, kata Bu Rosida, Zohri itu menjengkelkan. Ia tidak mau ikut pelajaran olahraga: karena pakai aturan-aturan. Sesuai dengan proses di kurikulum olahraga.
Maunya Zohri: langsung saja ke olahraganya. Dan itu berarti sepak bola. Ia memang seperti Suryo. Suka sekali sepak bola.
Tapi, sebagai siswa, Zohri harus ikut dasar-dasar olahraga ini: trilomba. Tolak peluru, lempar cakram/lembing dan lari 100 meter.
Saat itulah Bu Rosida tahu: untuk lari Zohrilah juaranya. Maka ketika ada kejuaraan kabupaten Bu Rosida tidak perlu lagi melakukan seleksi. Langsung tunjuk Zohri.
Sejak itulah Bu Rosida jadi pembina Zohri. Sampai tamat SMP. Menjuarai kejuaraan daerah lari 100 meter.