JAKARTA - 14 nama calon anggota Komisi Yudisial (KY) yang diajukan Panitia Seleksi (Pansel) KY ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuai kritikDirektur Indonesian Legal Roundtable Asep Rahmat Fajar menilai Pansel tak jelas dalam menentukan latar belakang para calon.
Undang-Undang nomor 22/2004 tentang KY memang memerintahkan agar para anggota KY dipilih dari kalangan mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat (pasal 6 ayat 3)
BACA JUGA: Segera Revisi Undang-undang Kejaksaan
Namun, hasil seleksi Pansel memberi porsi tidak sama untuk setiap kelompok profesiRinciannya, dua orang dari kalangan mantan hakim, sembilan orang dari akademisi, dua orang dari masyarakat, dan seorang dari praktisi hukum
BACA JUGA: Peradi Minta Polisi Usut KAI
"Kami tidak habis pikir, apa dasar pansel dalam membagi kelompok profesi itu," kata Asep saat dihubungi Sabtu (25/9).Hal itu, kata Asep, membuat Pansel tak memberi banyak pilihan kepada DPR yang akan memilih tujuh anggota KY
BACA JUGA: Pengacara Nunun Tantang KPK Cari Dokter Pembanding
Misalnya, kelompok praktisi hukum yang hanya ada satu calon bernama Mangasa ManurungKemudian, kelompok mantan hakim yang hanya ada dua calon, yakni hakim agung Abbas Said dan hakim JMT Simatupang.Pengelompokkan calon juga mengundang pertanyaanCalon Hasanuddin, misalnyaHasil tracking aktivis Komisi Pemantau Peradilan (KPP) menyebutkan bahwa dia adalah mantan pegawai negeri sipil (PNS)Mestinya, kata Asep, dia masuk kelompok masyarakat"Kenapa dimasukkan ke kelompok praktisi?" katanya.
Sejumlah calon, kata Asep, juga masih memiliki catatan yang harus dikonfirmasi ke yang bersangkutanAntara lain, jumlah kekayaan Hasanuddin dan Manurung yang menurut KPP di luar profilSelain itu, citra Abbas dan Simatupang yang dianggap kurang berintegritas
Abbas dianggap memiliki tafsir hukum melindungi koruptorDalam putusan PK terhadap terpidana korupsi alat-alat balai latihan kerja Taswin Zein, Abbas berpedapat bahwa PK bisa diajukan dari luar negeri kendati negara tersebut tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia
Padahal dalam KUHAP, PK harus dimohonkan langsung oleh terpidana agar mereka tak bisa mengajukannya dari tempat persembunyian atau dari luar negeriSehingga bila PK ditolak, mereka langsung bisa dieksekusiKarena itu, Asep berharap DPR akan mengkonfirmasi informasi yang sempat lolos dari Pansel"Kami harap DPR akan mengkonfirmasi catatan-catatan tersebut pada fit and proper test nanti," katanya (aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Hentikan Wacana Interpelasi
Redaktur : Tim Redaksi