BIBIT Samad Rianto dan Chandra M Hamzah akan balik ke markasnya untuk kembali aktif sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah kasus hukumnya dihentikanKonsekuensinya, dua pelaksana tugas (plt) pimpinan KPK, Mas Achmad Santosa dan Waluyo, bakal diberhentikan dengan hormat
BACA JUGA: Sehari Habis 3 Kilogram Beras, Ukuran Sepatu 64
------------------------------------------------
Soetomo Samsu---JPNN Jakarta
------------------------------------------------
Bila dalam satu dua hari ini Kepres pemberhentian keduanya terbit, maka hanya dua bulan keduanya berkiprah di gedung yang terletak di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta itu
"Saya masuk ketika KPK dalam keadaan yang tidak terlalu normal," ujar Mas Acmad Santosa, yang biasa dipanggil Pak Ota
BACA JUGA: Mario Blanco, Generasi Penerus Antonio Blanco yang Cinta Mati Bali
Maklum, ketika dilantik 6 Oktober 2009, sarang 'cicak' dalam kondisi memprihatinkanBACA JUGA: Gugatan Dikabulkan, Langsung Bersujud di Depan Hakim
Kondisi yang demikian membuat Ota yang didaulat menjadi wakil ketua KPK bidang penindakan, terganggu konsentrasi kerjanyaSerangkaian acara yang terkait perkara yang menghebohkan itu menguras energi dan pikiran."Konsentrasi saya terpecahAda MK yang harus kita hadapi, ada pemanggilan sejumlah stafAda Komisi III yang harus kita hadapiAda Tim 8 yang harus kita hadapiTermasuk berbagai komponen masyarakat yang memberikan dukungan yang harus kita hadapiItu punya pengaruh," ujar pria yang terakhir tercatat sebagai Penasehat Pembaharuan Hukum untuk United Nations Development Program (UNDP) di Indonesia itu.
Menurutnya, beban berat itu bisa dilampaui karena pengaruh kepemimpinan Tumpak Hatorangan PanggabeanSebagai salah satu orang yang membidani kekokohan KPK, peran Tumpak begitu terasa dalam menggalang kekompakan di seluruh jajaran lembaga itu"Kita bersyukur punya ketua seperti Pak Tumpak, yang memang juga kita tuakanKarena dalam kondisi seperti itu, KPK butuh kekompakan," ujar Ota.
Bagi peraih master hukum lingkungan dari Osgoode Hall Law School York University Toronto Kanada itu, tantangan lain yang terasa berat justru berasal dari ekspetasi publik yang begitu besar kepada KPKSayangnya, ekspetasi publik selalu dikaitkan dengan penuntasan perkara dengan cepatAda kasus Agus Condro, bailout Bank Century, dan terakhir agar KPK cepat menindak Anggodo Widjojo"Padahal semua kita kelola dengan baik, semua bergerak," ujarnya.
Ota menjelaskan, untuk kasus Agus Condro, dengan empat tersangka, sebentar lagi berkasnya akan dilimpahkan ke pengadilanSaksi-saksi lain yang belum dipanggil juga akan segera dipanggilSedang untuk Century, saat ini KPK masih melakukan kajian dan telaah intensif"Sedang untuk Anggodo, kita secara intensif melakukan pemeriksaan Ary Muladi," ujar mantan Ketua Dewan Presidium Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) pada tahun 1992-1995 itu.
Sedang untuk kasus-kasus dugaan korupsi yang terjadi di daerah, Ota mengakui jumlahnya memang cukup banyakKarenanya, ke depan, upaya pencegahan di daerah akan lebih digiatkan"Untuk perkara-perkara di daerah, kita tak bisa terus-terusan bertindak sebagai pemadan kebakaranKita akan melihat kenapa api acap kali timbulKita melibatkan pemda-pemda untuk melakukan pencegahan," beber pria kelahiran Jakarta, 10 Maret 1956 itu.
Selama dua bulan menjadi salah satu pimpinan KPK, Ota mengaku sudah 17 kali mengikuti gelar perkaraSetiap kali gelar perkara, ada dua kasus yang dibeber"Jadi, selama dua bulan ini paling tidak ada 30 perkara yang ditangani," ujar OtaPuluhan kasus itu terpilah-pilah, ada yang kasusnya masih harus didalami dalam tingkat penyelidikan, ada yang tahap penyelidikan mau naik ke penyidikan, dan ada yang akan dilanjutkan ke penuntutan.
Ditanya apakah selama dua bulan di KPK pernah didatangi makelar kasus alias markus, Ota tidak menjawab dengan kata 'pernah' atau 'tidak'Dia hanya menjelaskan bahwa markus merupakan fenomena lama, yang ada di lembaga peradilan, baik di kejaksaan, kepolisian, ataun di pengadilan"Dan sangat mungkin juga berusaha masuk ke tempat kita (KPK, red)," ucapnya.
Ota mengaku, pengalaman dua bulan di KPK cukup penting, sebagai pasokan bekal dirinya kembali aktif ke wadah kiprahnya yang lama yakni di UNDP"Karena organisasi internasional itu memberikan bantuan ke pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan memberdayakan institusi penegak hukumJadi pengalaman saya di KPK simultan dengan kiprah saya itu," ucapnya.
Kesan Ota selama dua bulan di KPK, hampir sama dengan yang dirasakan WaluyoWakil Ketua KPK bidang pengawasan internal itu mengaku," Energi kita banyak terbuang karena masalah itu (kasus kriminalisasi Chandra-Bibit, red)." Saat ditanya apa yang sudah dilakukan selama dua bulan menjadi pimpinan KPK, pria kelahiran Klaten 16 Desember 1956 itu memberikan jawaban dengan perumpamaan.
Dikatakan, ibarat menanam tumbuhan, masa dua bulan itu terlalu singkat"Kalau menaman di hari pertama, maka di hari ke-60 pasti belum bisa panen," ucapnyaTerlebih lagi, gerakan KPK untuk mengungkap kasus itu memakan waktu lama karena prinsip kehati-hatianJika sebuah kasus sudah masuk penyidikan, maka itu pasti sudah ditemukan indikasi-indikasi korupsiPendamping hidup Henny Listyorini itu paham betul mengenai konsep pencegahan korupsiMaklum, dia mantan Deputy Pencegahan KPK.
Katanya, korupsi terjadi karena ada niat dan kesempatanDan seseorang yang punya jabatan, punya peluang untuk menyalahgunakan kewenangannya"Maka sistem harus dibenahi agar kesempatan berkurang," katanyaDalam proses pengadaan barang dan jasa misalnya, perlu segera diterapkan sistem e-procurementYang pasti, lanjutnya, upaya pemberantasan korupsi itu perlu proses panjang, bukan hanya dengan penindakan"Karena ini menyangkut pola pikir, pola tindak, dan sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi itu sendiriJika masyarakat toleran terhadap koruptor, maka korupsi sulit diberantas."
Ada optmisme, karena di saat KPK sedang dilanda persoalan, dukungan masyarakat cukup gencar kepada KPKIni sebuah gambaran bahwa publik menginginkan upaya pemberantasan korupsi jalan terus"Saya sangat terkesan dan mengapreasiasi dukungan itu," ucapnya.
Rintisan karir Waluyo cukup unikSelepas lulus STM 2 Solo Jawa Tengah (1972-1974), dia langsung bekerjaSelang enam tahun berikutnya, dia baru kuliah di Fakultas Teknik Universitas Trisakti dan lulus 1986Selanjutnya, kuliah Program Magister Manajemen Prasetya Mulya (1994-1996)Saat ini masih kuliah Strata 3 Ekonomi/Stratejik Manajemen Universitas Indonesia"Jadi saya masih muda, karena masih mahasiswa," ujarnya bergurau.
Kemana setelah 'pensiun' dari KPK? "Insya Allah balik ke Pertamina," jawab pria yang dua bulan lalu meninggalkan jabatan sebagai Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Pertamina ituSelain itu, dia ingin membukukan cerita-cerita ringan tapi menarik di seputar dalam KPKMisalnya, bagaimana sikap anak istri penyidik yang kerap pulang malamAtau, bagaimana tim KPK menyamar sebagai pembantu yang sedang pacaran saat ingin menangkap buronan KPK di sebuah rumah di Pondok Indah.
Contoh lain, masih kata Waluyo, tim dari KPK harus menyamar dengan membawa mobil pengganti lampu di jalan depan rumah jaksa Urip Tri GunawanPadahal agar bisa melongok mendeteksi aktifitas di dalam rumah itu"Hal yang seperti ini menarik untuk membangkitkan spirit kebangsaan bagi para generasi muda"Itu semua true story," imbuhnya.
Contoh lain, bagaimana seorang petugas perempuan dari KPK, tiba-tiba harus turun dari mobil yang menguntit seseorang yang akan ditangkap, lalu meloncat duduk di jok motor yang kebetulan melintas di dekatnya"Karena saat menguntit mobil sasaran, tiba-tiba mobil tim KPK ini terhadang lampu merahNah, agar tidak kehilangan jejak, tim perempuan ini turun, langsung minta bonceng pengendara motor yang lewat dengan alasan punya urusan keluarga penting dan mendadakBegitu turun dari motor, ngasih uang Rp20 ribu, yang diboncengi terbengongIni kisah nyata," beber Waluyo.*****
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditelepon, Komandan Militer Bilang Rute Sudah Aman
Redaktur : Soetomo