Mario Blanco, Generasi Penerus Antonio Blanco yang Cinta Mati Bali

"Papa Dikenal hingga Michael Jackson, Anak Baru sampai Cikeas"

Selasa, 01 Desember 2009 – 00:34 WIB
Foto : Sugeng Sulaksono/JAWA POS

Ketenaran pelukis Don Antonio Blanco mungkin tak pernah hilang di BaliSebab, meski sudah meninggal 10 tahun lalu, ratusan karyanya tersimpan di museum

BACA JUGA: Gugatan Dikabulkan, Langsung Bersujud di Depan Hakim

Selain itu, anak kedua Antonio, Mario Blanco, telah menjadi "fotokopi" sang ayah
Wajahnya mirip dan dia juga piawai melukis

BACA JUGA: Ditelepon, Komandan Militer Bilang Rute Sudah Aman

Apakah sang anak sehebat papanya"


----------------------------------------
SUGENG SULAKSONO, Ubud
----------------------------------------

JIKA melihat penampilannya, Mario Blanco tak sama dengan papanya
Semasa hidup, pelukis Antonio Blanco suka mengenakan baret dan bajunya sering berbentuk jubah

BACA JUGA: Gedung Itu jadi Saksi Tewasnya 500 Ribu Orang

Tapi, Mario lebih suka mengenakan pakaian adat Bali"Meski jarang berpakaian seperti saya, Papa sangat mencintai BaliBeliau meninggal di sini, dan menghadiahkan seluruh sejarah hidupnya untuk Bali," kata Mario kepada Jawa Pos yang berkunjung ke rumahnya di kawasan Campuan, Ubud, Bali

Sambil wawancara, Jawa Pos diajak Mario berjalan mengelilingi The Blanco Renaissance Museum di Campuan, Ubud, BaliDi museum itulah, sedikitnya 300 lukisan karya Antonio disimpanMario menceritakan, dirinya sangat menyesal karena papanya tidak bisa menyaksikan bangunan museum itu selesai"Papa hanya tahu sampai peletakan batu pertama (pembangunan museum)Beliau meninggal, dan tak sempat menyaksikan museumnya jadi," cerita anak kedua dari empat bersaudara itu

Antonio Blanco meninggal karena sakit jantung dan ginjal di usia 87 tahun pada 10 Desember 1999Dia meninggalkan seorang istri dan empat anakMereka adalah: Tjempaka, Mario, Orchid, dan MahadewiSemuanya diberi embel-embel Blanco di belakang nama masing-masing

Mario menceritakan, papanya memiliki ketertarikan sangat besar dan selalu membanggakan budaya Bali sejak tinggal di Pulau Dewata itu pada 1950-anDia lantas mengisahkan ketika papanya mengajak ibunya, Ni Ronji, pergi keliling Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa"Waktu itu ibu dibohongi sama Papa, dibilangnya keliling Bali

Karena itu, ibu pergi pakai baju adat seperti biasa," cerita pria 47 tahun iniKetika ternyata diajak ke luar negeri, tentu saja Ni Ronji kaget"Tapi, sudah telanjurAkhirnya, meski berada di luar negeri, ibu tetap saja pakai pakaian adat BaliTernyata itu yang diinginkan PapaBeliau sangat bangga dengan Bali, meski bukan orang asli Bali," tuturnya

Antonio memang bukan asli BaliDia berdarah campuran Spanyol dan ItaliaDia lahir di Filipina, tapi besar di Amerika SerikatDia cukup lama menjadi warga negara AmerikaAntonio menginjakkan kaki di Bali pada 1950-an, dan tinggal di UbudPada 1953, dia menikahi Ni Ronji yang waktu itu berprofesi sebagai penari dan pernah menjadi model lukisan AntonioPasangan ini dikaruniai empat anak

Rasa cinta Antonio terhadap Bali dan Indonesia juga terlihat ketika dia berwasiat ke Mario"Sebelum meninggal, Papa berwasiat agar kami tidak memamerkan atau menitipkan lukisan-lukisan beliau di museum luar negeri," katanya"Papa ingin, kalau ada yang mencari lukisannya, harus datang ke Indonesia, yakni ke BaliTidak datang ke mana-mana," lanjut pria kelahiran 4 Juli 1962 itu

Dia menambahkan cerita lain, ketika D.HDhaimeler, penulis asal Perancis, menulis buku berjudul Fabulous BlancoSaat itu Dhaimeler merayu Blanco agar buku tersebut dijual di toko buku berskala internasionalTapi, saat itu Antonio menolakDia hanya ingin buku itu ada di museumnya"Papa saya bilang, bapaknya Mario tidak akan kaya karena buku ituTapi ingin membuat sesuatu yang sangat bernilai tinggiJadi, buku itu hanya dijual di sini," pesan Antonio saat itu, seperti ditirukan Mario.

Kini kecintaan Antonio terhadap Bali menular ke Mario"Bali is my life, my house, my home," kata Mario mantapKebetulan juga, dari empat anak Antonio, hanya Mario yang mewarisi bakat melukisItu pun disadari terlambat, setelah dia menjalani hobi dan profesi di bidang otomotif dengan mengikuti berbagai kejuaraan off road, slalom, atau rally"Enam bulan setelah ayah saya meninggal, itu berat sekaliSaya melukis juga belum hebat banget," pikir pria alumnus bidang Seni Rupa Universitas Udayana itu.

Sebelum Antonio meninggal, Mario sempat bertanya apakah boleh menjual lukisannya agar uangnya bisa digunakan untuk merawat museumTernyata tidak boleh"Saya nggak diajari melukis, saya nggak boleh kerja, nggak boleh kuliah ke luar negeriLalu dari mana dapat uang untuk merawat museum dan lukisan?" tanya Mario saat itu kepada papanya"Saat itu Papa hanya pandang mata saya, terus dia bilang, 'Suatu saat nanti kamu akan bisa'," kenang Mario

Kalimat sang papa itulah yang menjadi motivasi Mario untuk belajar sendiri melukisLama-lama karya lukis Mario semakin mendapat apresiasiMario juga mulai diundang ke berbagai negaraSebulan lalu, dia baru saja presentasi ke beberapa kampus di Ohio dan Chicago, sekalian memamerkan lukisannyaPria yang saat kuliah semester tiga menjadi utusan Indonesia pada Youth Asian Painter di Singapura itu juga mulai menghidupkan peninggalan berharga Antonio, yaitu Museum Blanco.

Jika Antonio pada masa hidupnya sering mendapat tamu asing, termasuk salah satunya vokalis Rolling Stones, Mick Jagger, yang sampai berkunjung ke rumahnya pada akhir 1980-an, dan diajak bertemu Michael Jackson di Singapura pada 1993, Mario lain lagi.

Mario merasa lebih sering menerima tamu pejabat Indonesia, termasuk figur fublik dan artisPada Agustus 2007, Presiden SBY datang berkunjung bersama tujuh menterinya"Sebelumnya, pada Juli (2007) itu saya menghadiahkan lukisan KelapaSaya diundang ke Cikeas," ucapnya, banggaDari sisi prestasi Mario berharap bisa menyamai ayahnya(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Hanyut, Wanita Itu Melambaikan Tangan


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler