Polisi Myanmar melepaskan tembakan langsung ke arah para pengunjuk rasa menewaskan belasan orang dalam unjuk rasa paling mematikan di Myanmar sejauh ini, setelah kudeta yang dilakukan militer awal Februari lalu. Media lokal mengatakan pengunjuk rasa yang tewas dilaporkan terjadi di kota Yangon dan Dawei Protes terjadi setelah Duta besar Myanmar untuk PBB dipecat karena dianggap 'mengkhianati negeri' Pemimpin yang dikudeta Aung San Suu Kyi akan disidangkan hari Senin

 

BACA JUGA: Kebrutalan Militer Myanmar Bikin ASEAN Gerah, Simak Pernyataan Menlu Singapura Ini

Hari Senin (1/03) pemimpin negara Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, akan diajukan ke pengaidlan.

Menurut kantor HAM PBB, sedikitnya 18 orang tewas dan belasan luka-luka dalam unjuk rasa hari Minggu tersebut.

BACA JUGA: Cahaya Misterius Muncul di Langit Australia, Ternyata

"Sepanjang hari di beberapa lokasi di seluruh negeri, polisi dan militer menghadapi unjuk rasa yang dilakukan damai, menggunakan senjata mematikan dan senjata lain, yang menurut laporan terpercaya dari kantor HAM PBB, menyebabkan 18 orang tewas dan 30 orang lain luka-luka," kata kantor tersebut.

Myanmar sudah berada dalam kekacauan sejak militer mengambil alih kekuasaan dan menahan Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pemimpin partai Liga Nasional Bagi Demokrasi (NLD), sejak 1 Februari.

BACA JUGA: Jasa Besar Anjing Liar Bagi Kelestarian Lahan Australia, Ternyata

Militer menuduh adanya kecurangan dalam pemillu bulan November yang dimenangkan NLD dengan suara mayoritas. Photo: Tentara dikerahkan untuk membantu polisi untuk membubarkan unjuk rasa di Yangon hari Minggu (28/2/2021). (Reuters)

 

Suu Kyi diperkirakan akan muncul di pengadilan lewat video dengan tuduhan melakukan impor ilegal enam peralatan radio 'walkie-talkie'.

Pengacaranya mengatakan polisi sudah mengajukan tuduhan kedua yaitu pelanggaran terhadap UU Manajemen Bencana Alam. Australia mengecam kekerasan

Kedutaan Australia di Myanmar mengatakan "sangat prihatin dengan jatuhnya korban di Myanmar dan menyampaikan bela sungkawa kepada keluarga para korban".

"Peningkatan kekerasan terhadap unjuk rasa damai adalah hal yang tidak bisa dibenarkan.

"Kami mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menghentikan penggunaan senjata mematikan terhadap warga sipil," kata pernyataan Kedubes Australia di Facebook. Photo: Satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka dalam unjuk rasa di kota Dawei. (Reuters)

 

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken mengecam apa yang disebut sebagai "kekerasan yang sangat berlebihan" yang digunakan oleh militer Myanmar dalam menghadapi unjuk rasa.

"Kami mendukung keberanian rakyat Burma dan meminta seluruh negara menggunakan suara yang sama untuk mendukung keinginan mereka," kata Blinken.

Indonesia sebagai bagian dari ASEAN mengambil inisiatif untuk menyelesaikan keadaan di Myanmar, dengan menyatakan keprihatinan mendalam atas terjadinya kekerasan dan menyerukan semua pihak menahan diri. Photo: Partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional bagi Demokrasi menang telak dalam pemilu bulan November lalu. (AP: Peter DeJong/File)

  'Seperti medan perang"

Setelah adanya kudeta, hampir setiap hari terjadi unjuk rasa di jalanan di penjuru kota-kota di Myanmar yang dihadiri ratusan ribu warga.

"Myanmar seperti medan perang," kata Kardinal Katolik Myanmar, Charles Maung Bo di Twitter.

Minggu pagi kemarin, polisi yang didukung kekuatan miiliter turun ke jalanan melepaskan tembakan ke berbagai kawasan di kota Yangon menggunakan granat, tembakan ke udara dan gas air mata, meski gagal membubarkan massa. Photo: Banyak diantara pengunjuk rasa adalah anak-anak muda yang menentang kudeta miiliter. (Reuters)

 

Polisi juga melemparkan granat di sebuah sekolah kedokteran di Yangon dan membuat para dokter dan mahasiswa berhamburan menyelamatkan diri.

Sebuah kelompok bernama 'Whitecoat Alliance' mengatakan sekitar 50 staf medis sudah ditahan.

Lembaga independen bernama Asosiasi Bantuan Untuk Tahanan Politik mengatakan mereka mengetahui adanya sekitar seribu orang ditahan hari Minggu, dengan 270 diantaranya sudah diketahui identitasnya.

Hingga kini total sekitar 1.131 orang sudah ditahan, dikenai tuduhan atau dijatuhi hukuman sejak kudeta militer terjadi.

Diketahui 21 pengunjuk rasa tewas dan pihak militer mengatakan seorang polisi terbunuh. Photo: Pengunjuk rasa mengacungkan tiga jari guna mendukung Aung San Suu Kyi. (Reuters)

 

Jaringan televisi negara MRTV mengatakan lebih dari 470 orang ditangkap hari Sabtu, setelah polisi melakukan penangkapan secara nasional.

Kelompok hak asasi manusia, 'Human Rights Watch' mengkritik kekerasan yang terjadi sebagai hal yang 'tidak bisa diterima'.

"Pasukan keamanan Myammar yang meningkatkan kebijakan dengan penggunaan senjata mematikan di berbagai kota adalah hal yang tidak bisa diterima," kata Phil Robertson, Wakil Direktur 'Human Rights Watch' untuk kawasan Asia.

Seorang aktivis perempuan, Esther Ze Naw mengatakan warga Myanmar harus berjuang untuk mengatasi ketakutan mereka akan militer yang sudah tertanam sekian lama dalam diri mereka.

"Ketakutan itu hanya akan terus bertumbuh bila kami hidup di bawah kekuasaan militer dan mereka yang menciptakan ketakutan sadar akan hal tersebut," katanya.

"Jelas sekali mereka ingin menciptakan ketakutan dengan membuat kami lari dan bersembunyi. Kami tidak bisa menerima hal tersebut." Photo: Polisi melepaskan gas air mata guna membubarkan unjuk rasa di Yangon. (Reuters)

  Duta besar yang dipecat tetap akan berjuang

Tindakan polisi terjadi setelah televisi nasional Myanmar mengumumkan Duta Besar Myanmar untuk PBB dipecat karena mengkhianati negeri itu.

Duta besar tersebut sebelumnya mendesak PBB untuk melakukan langkah "apa saja yang diperlukan" untuk mengembalikan keadaan sebelum kudeta.

Duta besar yang dipecat ini adalah Kyaw Moe Tun mengatakan tetap akan berjuang.

"Saya memutuskan untuk berjuang selama yang bisa saya lakukan," katanya di New York. Photo: Kepemimpinan Aung San Suu Kyi tetap mendapat banyak dukungan di Myanmar. (Reuters: Supplied)

 

Negara-negara Barat sudah mengecam kudeta dan mulai menerapkan sanksi, namun para jenderal militer sejauh ini tidak mengindahkan tekanan diplomatik tersebut.

Mereka sudah menjanjikan adanya pemilu baru namun belum menentukan tanggal.

NLD dan para pendukungnya mengatakan hasil pemilu bulan November lalu harus dihormati.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dan lihat beritanya dalam bahasa Inggris di sini

ABC/Wires

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perang Facebook Vs Pemerintah Australia Selesai, Siapa yang Kalah?

Berita Terkait