jpnn.com - jpnn.com - Pahlawan Nasional Martha Christina Tiahahu wafat pada 2 Januari 1818. Tahun 2018 genap berusia dua abad. Untuk itu, berbagai komponen di Maluku mengharapkan pemerintah pusat menjadikan momentum dua abad sebagai perayaan nasional. Sejarah Martha Christina Tiahahu harus menjadi inspirasi bagi generasi muda saat ini.
Demikian salah satu intisari dari Diskusi “Aktualisasi Nilai Kepahlawanan Martha Christina Tiahahu” di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Senin (6/2). Dalam diskusi tersebut hadir sebagai narasumber yakni Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina (Direktur Archipelago Solidarity Foundation), Mus Huliselan (Guru Besar Unpatti Ambon), Dr. Maryam Sangadji (Dosen Fakultas Ekonomi Unpatti Ambon), dan Dr. Non Sahusilawane (Kepala Pusat Kajian Perempuan Unpatti Ambon) serta Rudy Rahabeat sebagai moderator. Acara yang diawali dengan pemutaran film dokumenter ini diikuti mahasiswa, guru, dosen dan aktivis LSM.
BACA JUGA: Sah! KPK Tetapkan Pak Musa dan Pak Yudi jadi Tersangka
Engelina mengatakan Martha Christina Tiahahu merupakan pahlawan nasional yang mampu bertindak melampaui zamannya. Warisan nilai perjuangan Martha Christina masih relevan sampai saat ini, terutama semangat pantang menyerah, melawan ketidakadilan yang dialami Maluku pada masanya.
Martha Christina, kata Engelina, merupakan satu-satunya perempuan dari Indonesia yang tercatat dan terlibat langsung dalam perang militer pada abad 19. Selain itu, Martha Christina melawan perbudakan ketika Abraham Lincoln masih berusia delapan tahun. Martha juga melakukan aksi mogok makan dan tidak mau bekerja sama pada tahun 1817. Tapi, dunia lebih mengenal Marion Dunlop sebagai tokoh perempuan yang melakukan mogok makan di Inggris pada 1909. Hampir berselisih satu abad dengan apa yang dilakukan Martha Christina, mogok makan.
BACA JUGA: Menkes Era SBY Didakwa Korupsi dan Terima Suap
Menurut Engelina, Martha Christina membuktikan, derajat perempuan dan laki-laki tidak ada bedanya pada dua abad silam. Martha sudah mengambil peran sebagai pemimpin perjuangan. Namun, sampai kini, persoalan kesederajatan masih tetap menjadi perjuangan kaum perempuan.
“Martha Christina bertindak melampau zamannya, sehingga tetap penting untuk mendalami keteladan yang diwariskan. Dia melakukan semua itu dalam usia 17 tahun. Jadi, sangat wajar kalau Martha Christina perlu mendapat tempat yang semestinya dalam sejarah Indonesia,” tegas Engelina seperti dilansir dalam siaran pers diterima di Jakarta, Senin (6/2).
BACA JUGA: Ingat! Polisi tak Punya Kewenangan Mendata Ulama
Sementara itu, Mus Huliselan mengatakan, nilai kepahlawanan Martha Christina Tiahahu masih tetap penting sampai saat ini, karena perjuangan Martha setidaknya meninggalkan nilai yang bisa diikuti dewasa ini. Misalnya, semangat rela berkorban, keadilan dan kemanusiaan, saling percaya, kerja keras dan jujur, dan tidak mementingkan diri sendiri.
“Hanya saja, meski sudah menjadi pahlawan nasional, tetapi Martha Christina tidak mendapat tempat yang semestinya. Tapi, kita harus bangga terhadap Martha Christina Tiahahu karena mengambil peran ayahnya, untuk memimpin perjuangan,” tegasnya.
Menurut Maryam Sangadji, masa Martha Christina menuntut adanya perjuangan dalam peperangan, untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan, penindasan dan ketidakadilan yang ada. Martah Christina membuktikan bisa melakukan semua itu dengan pengorbanan yang sangat besar. Namun, generasi saat ini dihadapkan dengan tantangan yang tidak kalah berat dan semua itu harus dijawab secara tepat,
“Tantangan kita bagaimana melawan kemiskinan yang ada. Sesuai data, Maluku berada pada posisi empat besar yang masuk kategori provinsi miskin. Ini menuntut peran kaum perempuan, karena perempuan merupakan kelompok pengangguran yang lebih besar. Meski, ada fakta angka harapan hidup perempuan sangat baik di Maluluku,” katanya.
Dia mengharapkan, kaum perempuan mengambil peran sehingga bisa bersama-sama memberantas kemiskinan yang ada di Maluku. Hal itu, katanya, hanya bisa dilakukan bila kaum perempuan memiliki sikap yang sama dengan Martha Christina Tiahahu untuk menjawab persoalan penjajahan pada masanya.
Kepala Pusat Kajian Perempuan Unpatti, Non Sahusilawane, mengatakan, Martha Christina membuktikan kalau kaum perempuan mampu untuk mengambil peran penting dalam masa kritis, sehingga tidak ada alasan bagi kaum perempuan untuk tidak mendapat perlakuan yang sama.
“Ada berbagai kenyataan, dimana kaum perempuan memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan kaum perempuan. Hanya saja, kaum perempuan belum mendapat perlakuan yang sama dalam berbagai bidang,” katanya.
Sahusilawane mengatakan, masih ada keengganan untuk memberikan posisi strategis kepada kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. “Perempuan itu jauh lebih tangguh dan semua memiliki gelar MSI, master segala ilmu. Kalau perempuan memiliki kemampuan, maka selayaknya untuk mendapat kesempatan,” tegasnya.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sori, GMNI Memang Bukan PKI
Redaktur & Reporter : Friederich