3 Hakim MK Dissenting Opinion, Saldi Isra Setuju Jokowi Manfaatkan Bansos dan Aparat untuk Paslon 02

Senin, 22 April 2024 – 15:58 WIB
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra saat memimpin persidang. Foto: dokumen JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Saldi mengatakan terhadap pertimbangan hukum mahkamah dalam menanggapi dalil-dalil pemohon paslon 01, dirinya memiliki posisi hukum yang serupa pada sebagian isu tersebut.

BACA JUGA: MK Tolak Permohonan Ganjar-Mahfud soal Gugatan Sengketa Hasil Pilpres 2024

“Terkecuali untuk beberapa persoalan yang menjadi tumpuan perhatian saya dan termasuk sebagai bagian argumentasi dalam permohonan,” ucap Saldi dalam sidang putusan itu, Senin (22/4).

Ada dua hal yang membuat dirinya mengambil haluan untuk berbeda pandangan (dissenting opinion) dengan pendapat mayoritas majelis hakim.

BACA JUGA: Laskar Prabowo 08 Nasional Nilai Putusan MK Final dan Mengikat

Pertama, terkait persoalan mengenai penyaluran dana bantuan sosial yang dianggap menjadi alat untuk memenangkan salah satu peserta pemilu presiden dan wakil presiden.

“Kedua, perihal keterlibatan aparat negara, pejabat negara, atau penyelenggara di sejumlah daerah,” kata dia.

BACA JUGA: MK Tolak Permohonan AMIN, Tiga Hakim Konstitusi Ajukan Pendapat Berbeda

Saldi menjelaskan dalam permohonannya, pemohon (pihak 01) mengungkapkan fakta dan kejadian tertentu secara spesifik, yaitu dukungan yang diberikan presiden terhadap pihak terkait Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02.

Dukungan dimaksud, sebagaimana dalil pemohon, dilakukan dengan cara mengalokasikan anggaran negara tertentu dan diwujudkan melalui pelaksanaan program pemerintah berupa penyaluran bantuan sosial.

“Ditambahkan oleh pemohon, salah satu mekanisme penyaluran dana bantuan sosial dilakukan atau dikemas beriringan dengan kunjungan kerja presiden ke beberapa daerah,” jelas Saldi.

Presiden yang saat ini memegang jabatan, kata dia, tidak menjadi peserta dalam pemilu. Meskipun, sebagai pribadi, orang yang sedang memegang jabatan tersebut tetap memiliki hak untuk memberikan dukungan politiknya kepada salah satu pasangan calon peserta pemilihan.

Konsekuensinya, dia juga diberi dan memiliki kesempatan melakukan kampanye dalam rangka memengaruhi pemilih untuk memberikan suaranya kepada pasangan calon yang didukungnya.

Dukungan tersebut semestinya adalah dalam kapasitasnya sebagai pribadi dan bukan sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan yang masih harus menyelesaikan program-program pemerintahannya.

“Pada titik inilah yang kemudian menjadi sulit untuk menilai tindakan seorang presiden sebelum dan selama penyelenggaraan pemilu,” jelas Saldi.

Presiden atau orang yang memegang jabatan tertinggi di jajaran pemerintahan tersebut dapat saja berdalih bahwa percepatan program yang dilakukannya adalah dalam rangka menyelesaikan program pemerintahan yang akan habis masa jabatannya.

“Namun, program dimaksud pun dapat digunakannya sebagai kamuflase dan dimanfaatkan sekaligus sebagai piranti dalam memberi dukungan atas pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden,” tambahnya.

Adapun, MK menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024.

Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 itu dimohonkan oleh Paslon Nomor Urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN).

“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan, di gedung MK, Senin (22/4). (mcr4/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Tolak Gugatan Sengketa Pilpres Anies-Cak Imin


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler