jpnn.com - SEMARANG - Pengajar program pascasarjana di berbagai perguruan tinggi Ari Junaedi menyebut kondisi penegakan hukum di tanah air masih memprihatinkan.
Pandangan Ari senada dengan dua pakar hukum yakni pengajar Hukum Pidana Universitas Diponegero Umi Rozah dan pengajar Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Sultan Agung Rahmat Bowo Suharto.
BACA JUGA: Pakar: Evaluasi Penerapan Teknologi Berbasis AI di Lampu Merah
Menurut Ari, Mahkamah Agung seharusnya steril dan imun dari pihak-pihak yang berperkara.
Pasalnya, MA merupakan benteng terakhir keadilan bermuara.
BACA JUGA: Pakar Maritim Optimistis Tersus LNG Sidakarya Akan Hilangkan Kantong-Kantong Kumuh
Namun, kenyataannya berbagai kasus rasuah yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru melibatkan staf, panitera, hakim agung bahkan sekretaris MA.
"Seharusnya MA menjaga marwahnya sebagai benteng terakhir keadilan dengan menjaga jarak dengan semua pihak yang berperkara, sekalipun dengan Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI)."
"Mengingat, Satgas BLBI adalah juga pihak yang berperkara, tidak seharusnya MA menghadiri pertemuan sekalipun dikemas dengan nama focus group discussion (FGD) yang diadakan beberapa waktu lalu di Bandung, Jawa Barat,” ujar Ari pada acara diskusi hukum yang digelar di Semarang, Selasa (8/8).
Diskusi mengangkat tema 'Menggugat Konsistensi Penegakkan Hukum di Indonesia', digelar oleh Forum Wartawan Hukum Semarang.
Di tempat yang sama Rahmat Bowo berpendapat mengingatkan pentingnya penegak hukum konsisten menegakkan hukum.
“Inkonsistensi penegakan hukum akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Akibatnya, akses keadilan bagi rakyat pencari keadilan makin tidak terjangkau."
Rahmat Bowo berpendapat konsep penegakan hukum adalah penegakan hukum yang dilakukan dengan tegas, lugas, profesional dan tidak diskriminatif.
Selain itu, penegakan hukum harus dilakukan tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan dan kebenaran.
Rahmat Bowo juga menilai penegakan hukum di lembaga peradilan harus dilakukan dengan persidangan yang transparan dan terbuka, dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan disiplin sosial, sehingga dapat mendukung pembangunan serta memantapkan stabilitas nasional yang dinamis.
Sementara itu Umi Rozah berharap pola rekrutmen hakim harus dibenahi mengingat hakim tidak saja harus menggunakan logikanya tetapi juga nuraninya.
"Hakim tidak boleh terpaku pada legalistik formal, padahal subtansi keadilan bisa didapat dengan menggunakan akal dan nurani."
"Banyak kasus-kasus hukum diselesaikan hakim dengan pola seperti robot mekanis, akibatnya produk hukum yang dihasilkan menjadi abal-abal,” kata Umi Rozah. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar Ingatkan RUU Kesehatan Jangan Keluar dari Pakemnya
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang