3 Renungan Soal Takwa

Kamis, 25 Juni 2015 – 20:56 WIB
3 Renungan Soal Takwa. Foto Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com - TAKWA menjadi tema penting di bulan mulia ini, di samping puasa. Allah menyebut bahwa takwa sebagai tujuan ibadah puasa.

Bahkan, menurut hemat saya, tujuan semua ibadah secara umum adalah takwa. Begitu pentingkah takwa itu, sehingga menjadi pembicaraan sentral dalam agama Islam?

BACA JUGA: Kisah Ustazah yang Mengajar 50 Anak Mengaji di Samping Rel Kereta Api

Ya, karena semua orang membutuhkannya. Baik dari dirinya sendiri maupun orang lain. Istri membutuhkan takwa suaminya dan sebaliknya. Konsumen butuh takwanya produsen dan sebaliknya.

Orang tua membutuhkan takwanya anak dan sebaliknya. Rakyat butuh takwanya penguasa dan sebaliknya. Orang miskin butuh ketakwaan yang kaya dan sebaliknya.

BACA JUGA: Ramadan, Inovasi Layanan Ibadah, Mampukah Kita?

Dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pun manusia atau masyarakat, kecuali selalu rindu kehadiran takwa.

Tujuannya agar semua urusan dan tujuan dapat dilaksanakan serta dicapai dengan baik. Karena itu, di dalam Islam, takwa itu dikupas luas dan mendalam.

BACA JUGA: Perdebatan Atribut Islam Nusantara ala Jokowi

Allah menyebut, takwa adalah status termulia di hadapanNya. Allah juga menyatakan bahwa takwa itu pakaian.

Artinya, sesuatu yang harusnya menempel lekat pada diri setiap orang. Allah juga menyatakan, takwa adalah kecerdasan membedakan (furqon) dan solusi.

Sementara, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa takwa harus terjadi dalam semua aspek, di segala ruang, dan waktu.

Dari sekian banyak yang disebut Allah SWT tentang takwa, menurut saya, yang menarik dan patut menjadi renungan saat ini ada tiga hal.

Yang pertama, takwa adalah karakter. Banyak ayat yang menyebutkan tentang takwa. Tetapi, cara Allah mendefinisikan takwa tidak dengan menyebutkan nama orang, tetapi, sifat atau karakter.

Tidaklah seorang disebut takwa karena berasal dari komunitas yang dipandang mulia. Lantas, dia menjadi otomatis bertakwa.

Tidak pula seseorang mengetahui sesuatu, kemudian disebut bertakwa. Itu artinya, takwa adalah sebuah proses self achievement, sebuah proses pencapaian.

Orang harus mendidik dirinya untuk mencapai karakter tertentu yang disebutkan Allah dalam firmanNya.

Hasan Albashri, seorang ulama besar yang hidup dalam generasi tabiin, pernah ditanya oleh seseorang,

“Apakah Anda termasuk yang bertakwa?” Beliau menjawab, “Jika yang kau maksud adalah apakah aku mengetahui dan meyakini rukun iman, insya Allah aku bertakwa.

Tetapi, jika yang kau maksud adalah apakah aku ini termasuk orang yang memiliki karakter takwa sebagaimana disebutkan Allah dalam Alquran, maka jawabku wallahualam, aku tidak tahu.”

Jadi, takwa adalah proses menginternalisasi sifat tertentu yang disebutkan Allah agar menjadi karakter diri.

Semua sepakat akan pentingnya karakter. Jika dihubungkan dengan perubahan, maka sulit akan ada perubahan, walaupun sistem dan peraturan telah diubah, jika karakter pelakunya tidak berubah dahulu.

Di sinilah pentingnya kita menyadari fungsi agama yang menekankan perubahan mindset dan perilaku mendahului perubahan aturan dan sistem.

Agama adalah sumber pembentukan karakter yang mulia.

Yang kedua, takwa itu adalah proses belajar terus-menerus. Wattaqullaha wayuallimukumullah. Bertakwalah kepada Allah, Allah akan mengajarimu.

Demikian firman Allah dalam Surat Al-Baqarah 286. Orang sering berdebat tentang yang mana yang lebih penting antara prestasi dengan tradisi belajar.

Dalam hemat saya, prestasi itu penting. Tetapi, menanamkan tradisi belajar terus menerus jauh lebih penting.

Realitas dunia menyadarkan kita tentang persaingan global. Persaingan ini demikian ketat dan berpengaruh besar bagi eksistensi bangsa.

Tidak akan mudah bagi kita untuk memenangi kompetisi global ini, kecuali kita dapat menaikkan leverage  kita menjadi manusia kelas dunia.

Kuncinya adalah kebiasaan belajar terus-menerus dalam hal apa pun. Terutama belajar dari Allah, sebagaimana diisyaratkan ayat tadi.

Yang ketiga, takwa adalah solusi. Solusi personal bahkan solusi komunal. Kehidupan kita tidak pernah terlepas dari masalah, baik besar maupun kecil.

Yang paling kita takutkan dari masalah, jika ia dapat memalingkan kita dari tugas utama kita kepada Allah SWT.

Banyak upaya dilakukan untuk mengatasi masalah personal ataupun masalah bangsa. Tetapi, umumnya belum efektif.

Sebab, kita baru hanya mengandalkan resep kita sendiri. Sudah saatnya, kita mencoba resep solusi dari Allah dengan menghadirkan orang yang bertakwa dalam jumlah yang memadai.

Sehingga, orang bertakwa akan mudah untuk dijumpai di rumah kita, di lingkungan kita, di pasar-pasar, di kantor-kantor, di lembaga-lembaga bisnis, di LSM-LSM, di koran, di televisi, di pabrik-pabrik, di tengah ladang pertanian, di lokasi pertambangan, dan tentu saja di kantor dewan dan kantor pemerintahan pusat serta daerah.

Ramadan ini adalah momentumnya. Ramadan ini adalah masa suburnya. (wah/opi/awa/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penentuan Awal Ramadan Kamis, 18 Juni 2015 Berpotensi Bersamaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler