5 Poin Respons MUI atas Putusan MK soal Penganut Kepercayaan

Jumat, 10 November 2017 – 16:35 WIB
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan tanggapan resmi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan penganut kepercayaan menyantumkan identitasnya itu di kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga (KK).

Menurut Waketum MUI Zainut Tauhid Sa'adi, tanggapan MUI terhadap putusan MK tersebut sudah melalui kajian mendalam.

BACA JUGA: DPR Tunggu Sikap Pemerintah soal Penganut Kepercayaan

"Banyak aspek yang didalami sebelum ada tanggapan resmi MUI tentang keberadaan aliran kepercayaan," kata Zainut di Jakarta, Jumat (10/11).

Adapun lima poin tanggapan MUI tersebut adalah:

BACA JUGA: Guru Agama Masih Kurang, tak Perlu Cari Pengajar Kepercayaan

Pertama, MUI berpendapat bahwa pasal 29 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal tersebut adalah mengatur tentang masalah agama bukan mengatur masalah aliran kepercayaan sebagaimana dengan jelas disebutkan pada judul Bab yaitu BAB XI tentang Agama.

BACA JUGA: MUI Kaji Kedudukan Aliran Kepercayaan dengan Agama

Dengan demikian frasa "beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu" sebagaimana yang termaktub pada pasal 29 ayat (2) tersebut, mengandung pengertian kepercayaan yang merujuk pada agama, bukan kepercayaan yang terpisahkan dari ajaran agama.

Kedua, MUI berpendapat bahwa Agama dan aliran kepercayaan adalah sebuah hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan kedudukannya.

Hal tersebut sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut :
Ayat (1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Dan ayat (2), Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Dipisahkannya pengaturan tentang kebebasan memeluk agama pada ayat (1 ) dan meyakini kepercayaan pada ayat ( 2), karena kearifan para perumus konstitusi terhadap realitas sosial bahwa memang ada sebagian dari masyarakat Indonesia yang menganut aliran kepercayaan dan mereka tidak memeluk agama yang ada.

Ketiga, MUI menghormati perbedaan agama, keyakinan dan kepercayaan setiap warga negara karena hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi.

Keempat, MUI meminta kepada pemerintah agar arif dan bijaksana dalam menerapkan putusan MK agar tidak terjadi kegaduhan di masyarakat dan diharapkan mendengarkan aspirasi dari pimpinan ormas keagamaan dalam merumusan petunjuk pelaksanaannya.

Kelima, MUI meminta kepada DPR RI agar segera mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, agar disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jumlah Penganut Kepercayaan Lebih Banyak Dibanding Khonghucu


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler