6,4 Persen Rokok Bercukai Ilegal

Negara Rugi Rp 300 M

Kamis, 11 November 2010 – 10:40 WIB

JAKARTA - Law enforcement atau penegakan hukum terhadap peredaran cukai ilegal rokok sepertinya harus terus ditingkatkanPasalnya, hingga saat ini, masih banyak rokok di pasaran yang diedarkan dengan cukai ilegal

BACA JUGA: Tinggal 5 Tahun Subsidi BBM



Peneliti Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (PSEKP UGM) Elan Satriawan mengatakan, survei rokok ilegal di Indonesia pada 2010 menemukan angka pelanggaran atas cukai yang masih relatif tinggi
"Mencapai 6,24 persen dari total produksi rokok legal dan ilegal," ujarnya saat public release hasil survei rokok ilegal 2010 di Jakarta kemarin (10/11)

BACA JUGA: Insentif Hilir Sawit Digodok



Sebagai gambaran, dalam APBN-P 2010, volume produksi rokok di Indonesia ditetapkan sebesar 248,4 miliar batang, turun dari volume APBN 2010 yang sebesar 261,0 miliar
Jika dihitung dari volume produksi tersebut, maka jumlah rokok bercukai ilegal yang beredar di Indonesia pada tahun ini lebih dari 15,50 miliar batang

BACA JUGA: Investasi Dorong Peningkatan Impor



Meski jumlahnya relatif masih banyak, namun kata Elan, jumlah tersebut cenderung turun dari angka hasil survei yang dilakukan EuroMonitor International pada 2009 lalu yang menyebut angka rokok ilegal di Indonesia mencapai 8,5 persen

Elan mengatakan, pelanggaran cukai rokok dikategorikan dalam lima poin, yakni menggunakan pita cukai asli namun salah personalisasi, menggunakan cukai asli namun salah peruntukan, menggunakan pita cukai palsu, menggunakan cukai bekas, dan tanpa pita cukai"Hasil survei menunjukkan, pelanggaran terbanyak pada poin menggunakan pita cukai asli namun salah personalisasi sebanyak 28 persen, diikuti salah peruntukan sebanyak 25 persen," katanya

Modus salah personalisasi dilakukan jika sebuah produsen rokok menjual pita cukainya kepada produsen lain, kemudian ditempelkan pada jenis rokok yang berbeda jenisnyaAdapun modus salah peruntukan jika pita cukai ditempelkan pada jenis rokok yang berbeda

Peneliti PSEKP UGM Arti Adji menambahkan, dari sisi jenis rokok, pelanggaran cukai ilegal paling banyak ditemukan pada rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan II, terutama yang diproduksi oleh pabrik rokok yang tidak terdaftar secara resmi oleh pemerintah"Rokok ilegal ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah," ujarnya

Sementara itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daerah terbanyak yang ditemukan rokok ilegal adalah Sulawesi SelatanAdapun dari sisi kota asal pabrik rokok, Malang menjadi daerah yang paling banyak memproduksi rokok cukai ilegal

Elan menambahkan, analisa hasil penelitian menunjukkan, sebagian besar rokok ilegal tidak diedarkan di daerah asal pabriknya, namun di daerah lainItulah sebab mengapa peredaran rokok ilegal justru ditemukan terbanyak di Sulawesi Selatan sedangkan daerah asal rokok ilegal terbanyak ada di Malang"Karena itu, jika ingin melakukan law enforcement atas cukai ilegal, Ditjen Bea Cukai bisa fokus di daerah-daerah itu," katanya

Lalu, berapa kerugian negara akibat peredaran rokok bercukai ilegal tersebut" Menurut Ekonom UGM Tony Prasetiantono, hasil penelitian menunjukkan potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 200 - 300 miliar"Terus terang, angka ini di bawah hipotesa kami yang awalnya memprediksi kerugian negara dari cukai ilegal sekitar Rp 1 triliun," sebutnya

Menurut Tony, potensi kerugian hingga Rp 300 miliar tersebut berarti kurang dari 1 persen dari target cukai rokok 2010 yang sebesar Rp 57 triliun"Tapi, meski angkanya relatif kecil, tapi tetap saja Rp 300 miliar tersebut merupakan potensi penerimaan negara, jadi harus dikejar," ujarnya(owi)



Peredaran Rokok Bercukai Ilegal 2010

6,24 persen rokok yang beredar menggunakan cukai ilegal Rokok bercukai ilegal paling banyak ditemukan di Sulawesi Selatan Rokok bercukai ilegal paling banyak diproduksi di Malang Estimasi kerugian negara akibat rokok bercukai ilegal mencapai Rp 200 - 300 miliar
Sumber : Survei PSEKP UGM

BACA ARTIKEL LAINNYA... RI-RRT Target Investasi US$ 50 M


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler