JAKARTA -- Untuk mendorong industri turunan minyak sawit agar bisa lebih banyak menarik investor, pemerintah terus menggodok sejumlah insentifNamun insentif yang diberikan bukan dalam bentuk fiskal
BACA JUGA: Investasi Dorong Peningkatan Impor
Ini karena dapat membebani penerimaan negaraSelama ini, lanjut Musdhalifah, pengusaha lebih tertarik berinvestasi di sektor on farm dan pengolahan minyak sawit mentah (CPO)
BACA JUGA: RI-RRT Target Investasi US$ 50 M
Sehingga tak heran apabila ekspor Indonesia selama ini paling banyak dalam bentuk CPODiperkirakan, kata Musdhalifah, produksi CPO pada tahun ini mencapai rekor dengan volume lebih dari 22 juta ton
BACA JUGA: Pencairan Anggaran Bebas Pungutan
Dari total itu, yakni sekitar 17 juta ton diekspor ke berbagai negara"Pemerintah ke depan akan mengurangi persentase ekspor dalam bentuk CPO dan mendorong ekspor dalam bentuk produk turunan CPO agar memberikan nilai tambah di dalam negeriKarena itu, industri hilir sawit perlu diberikan insentif," tandasnya.Sejak awal pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menargetkan pembangunan industri hilir berbasis kelapa sawitVisi pembangunan industri hilir sawit itu tertuang dalam cetak biru pembangunan sawit nasional sampai 2020
Sementara itu, Soedjai Kartasasmita, komisaris utama dan komisaris independen PT Bakrie Sumatera Plantations mengingatkan para pelaku sawit agar mengantisipasi meningkatnya produksi CPOApalagi pada 2020 pemerintah mencanangkan produksi hingga 40 juta ton. "Banjirnya produksi tersebut perlu diantisipasi dengan pengembangan industri hilir di dalam negeri yang sekarang terbatas pada 37 produk olahan saja," kata advisory dalam acara ini.
MFadhil Hasan, direktur eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan, industri hilir sawit tidak berkembang setidaknya karena ada tiga alasan"Pertama, nilai tambah CPO jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk turunan sawit lain, apalagi investasi di sektor hilir ini padat modalKarena itu, pengusaha industri sawit meminta pemerintah memberikan insentif untuk mendorong pertumbuhan industri hilir yang dinilai cenderung kurang berkembang," jelasnya
Kedua, lanjut Fadhil, ketersediaan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan dan jembatan yang minim"Dan terakhir, riset dan pengembangan yang minim dilakukan karena cenderung dianggap sebagai beban," ujarnya.
Sedangkan, Donald Siahaan, peneliti senior Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mengatakan, harga CPO di pasar ekspor sejak Oktober lalu menembus angka USD1.000 per tonHarga ini merupakan angka tertinggi yang terjadi pada 2010 dan diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun ini"Tingginya harga CPO ini dipicu terjadinya musim dingin di bagian utara khatulistiwa yang akan menipiskan stok minyak nabati subtropis dan harga minyak bumi yang akan tetap tinggiDua alasan inilah yang memicu harga CPO terkerek naik," ungkapnya(aro)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Listing IPO KS Tergantung Tim Evaluasi
Redaktur : Tim Redaksi