Abaikan Perseteruan, Golkar, PDIP dan PD Mestinya Berkoalisi

Selasa, 17 Maret 2009 – 18:25 WIB

JAKARTA - Untuk kebaikan dan kepentingan bangsa Indonesia secara keseluruhan, tiga partai, masing-masing Golkar, PDIP dan Demokrat, haruslah berkoalisiDengan koalisi ketiga partai ini, maka upaya untuk membangun pemerintahan yang kuat dan efektif dalam konteks dukungan politik, relatif lebih mudah.

"Peduli amat dengan perseteruan antara Megawati Soekarnoputri (Mega) dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

BACA JUGA: Caleg Jangan Didik Masyarakat dengan Politik Uang

Yang penting utamakan masa depan bangsa dan negara," saran pengamat politik dari UI, Arbi Sanit, dalam diskusi yang diadakan Bappilu DPP Partai Golkar, di Slipi, Jakarta, Selasa (17/3).

Pemerintahan yang kuat, yang ditopang oleh koalisi dan menang lebih dari 50 persen suara pemilu, kata Arbi pula, adalah sebuah kebutuhan
Selain itu, soal kapasitas dan kapabilitas elit juga menjadi sangat penting, yang juga harus dijelaskan dalam UU.

"Di sinilah anehnya undang-undang Pemilu kita, karena yang diatur hanya soal syarat ikut pemilu saja

BACA JUGA: Hindari Kericuhan, Pengumuman Survey dan Quick Count Dibatasi

Soal kapasitas dan kapabilitas tidak dijelaskan," imbuhnya.

Dia menilai pemerintahan yang saat ini berkuasa, adalah pemerintahan tanpa mandat, karena hanya bermodalkan menang dan tidak didukung oleh 50 persen lebih suara pemilih
"Klaim-klaim yang menyebut keberhasilan pemerintah sesungguhnya tidak logis, karena pemerintah tak punya mandat yang semestinya didapat melalui pemilu," tegasnya.

Arbi juga menyesalkan persepsi soal pemerintahan yang kuat, yang dinilainya juga salah kaprah

BACA JUGA: Bagaimanapun, Golkar Tidak Akan jadi Oposisi

"Kok, pemerintahan yang kuat itu mengarah pada kepentingan penguasa, bukan kepada kepentingan rakyat?” tanya Arbi pula.

Ini menurutnya, tergambar jelas dari struktur APBN yang hanya mengalokasikan budget bagi rakyat sebesar 20 persenSementara sisanya sebesar 80 persen untuk kepentingan pemerintah itu sendiri"Pragmatisme bangsa ini sudah mengarah kepada pelanggaran UU dan melupakan etika dan estetika," komentar Arbi lagi.

Di tempat yang sama, Satya Arinanto melihat adanya pembelokan tujuan reformasi, yang semula hanya menuntut dua hal, masing-masing kebebasan pers dan mencabut dwifungsi ABRI, kini terperosok menjadi sistem parlementer, yang dimulai ketika DPR secara sengaja dan sistematis melanggar UU"Akhirnya, partai politik yang tidak lolos PT dibolehkan (juga) mengikuti pemilu langsung," kata Satya.

Dia lantas menyarankan agar pihak berwenang segera memperbaiki konstitusinya"Kemungkinan penyempurnaan kontitusi ini sangat terbuka luas, karena agennya adalah Partai Golkar sendiriSebagaimana ditegaskan sendiri oleh Pak Syamsul Muarif tadi, yang ternyata juga tidak puas dengan konstitusi yang ada sekarang," ujarnya(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Beberapa Pimpinan Parpol Tak Hadiri Deklarasi Kampanye Damai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler