ABI: Tarif Pajak Aset Kripto Perlu Perhatikan Kemampuan Pengusaha

Senin, 30 Mei 2022 – 21:41 WIB
Asosiasi Blockchain menyebut dasar hukum tarif PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto masih perlu diperkuat. Ilustrasi: Annizhamul H/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Chairwoman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Asih Karnengsih menilai dasar hukum tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto masih perlu diperkuat.

"Tarif pajak aset kripto juga perlu memperhatikan kemampuan dalam mempertahankan daya saing pelaku usaha dalam negeri," kata Asih di Jakarta, Senin (30/5).

BACA JUGA: Waspada 7 Investasi Bodong Menyesatkan, Ada Kripto Juga

Berdasarkan peraturan yang berlaku mulai 1 Mei 2022, pemerintah menarik PPN atas transaksi perdagangan aset kripto sebesar satu persen dari tarif PPN, dikalikan nilai transaksi aset kripto.

Investor kripto juga akan dikenakan PPh final dari penghasilan yang diperoleh dari penjualan aset kripto dengan besaran 0,1 persen.

BACA JUGA: Ada Kabar Baik dari Indodax Terkait Aset Kripto Terra LUNA

Menurutnya, tarif tersebut berpotensi mengurangi daya saing pelaku usaha perdagangan aset kripto.

Pasalnya, pelanggan akan lebih memilih bertransaksi melalui pedagang aset kripto luar negeri yang tidak diawasi Bappebti.

BACA JUGA: Komoditas Ekspor Bukan Satu-satunya Sumber Utama Penerimaan Pajak, Lalu Apa?

Hal ini pun dikhawatirkan akan menahan laju pertumbuhan industri aset kripto dalam negeri, khususnya pertumbuhan usaha pedagang yang sudah terdaftar dan patuh terhadap peraturan Bappebti.

"Kemudian, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah ekosistem aset kripto yang juga sedang dibangun oleh pemerintah, mencakup bursa berjangka, lembaga kliring, dan depository yang berarti akan ada additional fees yang tidak dikenakan pada pedagang fisik aset kripto luar negeri," katanya.

Kendati demikian, Asih mendukung langkah pemerintah yang memungut pajak atas transaksi perdagangan aset kripto.

Asih menyebut pajak yang diberlakukan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 itu menjadi indikator bahwa aset kripto mendapatkan perhatian dari pemerintah.

"Kami mengapresiasi pemerintah dalam membuat dan menetapkan peraturan perpajakan terhadap aset kripto, artinya industri aset kripto saat ini menjadi salah satu hal yang diperhatikan karena memiliki potensi yang besar untuk menyumbang pada pendapatan negara," ujar Asih.

Di sisi lain, mengesampingkan kendala teknis di lapangan, VP of Operations Upbit Indonesia Resna Raniadi mengatakan mengapresiasi langkah pemerintah.

"Semoga ke depannya diiringi dengan kemudahan bagi kami dalam mengembangkan ekosistem ini, Upbit Indonesia berkomitmen untuk selalu patuh pada peraturan pemerintah," ungkap Resna.

Wamendag Jerry Sambuaga sebelumnya menyebut dua tahun terakhir pertumbuhan aset kripto sangat pesat. 

Bappebti mencatat data transaksi PBK pada triwulan I-2022 sebesar 4.747.922 lot atau naik 46,47 persen dibanding periode yang sama pada 2021, yakni sebesar 3.241.650 lot.

Perkembangan transaksi aset kripto juga sangat pesat. Hal itu terlihat dari nilai transaksi pada 2021 sebesar Rp 859,4 triliun atau naik 1.224 persen dibandingkan pada 2020 yang tercatat sebesar Rp 64,9 triliun. Selain itu, dapat pula terlihat dari transaksi tiga bulan pertama (Januari—Maret) pada 2022 yang telah mencapai Rp 130,2 triliun.(mcr10/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siapa yang Terima Surat Cinta dari DJP? Hayo Cepat Bayar Pajak


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler