Anton Supit mengatakan, persepsi di masyarakat dengan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA), adalah membanjirnya produk jadi dari China yang memukul produk lokal tidak semuanya benarData APINDO mencatat, kenaikan justri terjadi pada bahan baku penolong atau bahan modal
BACA JUGA: Tunggakan Pajak Capai Rp 44 triliun
Bahan baku penolong atau bahan modal tersebut, kata dia, digunakan untuk proses produksi lanjutan dalam negeri."Kenaikan bahan baku penolong, dan barang modal umumnya merupakan indikator pemulihan sektor manufaktur
Bahan baku serta barang modal dari China tersebut lebih murah, sehingga meningkatkan efesiensi dan daya saing produk olah di Indonesia
BACA JUGA: 54 Daerah Berhak atas Dana Insentif
"Ini menguntungkan konsumen, yang akhirnya menikmati harga yang lebih murah," tambahnya.Dia menekankan, hambatan perdagangan untuk bahan baku penolong dan barang modal dari China, akibat kebijakan dan sentimen antiproduk China dapat menyebabkan lambatnya pemulihan dan pertumbuhan sektor industri
Agar mampu bersaing dalam ACFTA, Anton menambahkan, perlu peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM)
BACA JUGA: 40.284 Rekening Liar Ditertibkan
Lalu, memperkuat institusi pemerintah dalam menciptakan persaingan sehat antara lain, di Bea Cukai, Pajak, perlindungan konsumen, karantina.“Antara dunia usaha dan pemerintah tidak ada lagi diskriminasi dengan meminta produk impor bermutu baik sebaliknya, tanpa memerhatikan mutu produk domestik,” ujar dia.
Pelaku usaha, harus memperkuat institusi dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan produksiSebab, tidak ada negara manapun yang mampu menyediakan kebutuhan sendiri tanpa negara lain.(lev/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rp322,4 Triliun untuk Daerah
Redaktur : Tim Redaksi