Ada Anak Gagal PPDB SMPN Gegara Usia Lebih 15 Hari, Bu Hetifah Marah

Selasa, 09 Juli 2019 – 06:40 WIB
Hetifah Sjafudian. Foto: Humas DPR

jpnn.com, BALIKPAPAN - Kasus calon siswa bernama Khoirun Juniansyah yang ditolak masuk SMP negeri lantaran usia lebih 15 hari dari batas maksimal 15 tahun per 1 Juli 2019, mendapat reaksi keras dari anggota DPR RI.

Karena ada dugaan kasus serupa juga terjadi terhadap banyak lulusan SD akibat penerapan sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis online.

BACA JUGA: Anggota Dewan Heran, Mengapa Aturan PPDB Setiap Tahun Bikin Repot?

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menjelaskan akar persoalan itu adalah disinformasi dan kurang koordinasi antara aparat pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Terkait Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB diterbitkan pada Desember 2018. Namun, pelaksanaan sosialisasi di daerah baru dilakukan pada Februari 2019. “Ini aturan yang diskriminatif,” kata Hetifah.

BACA JUGA: Calon Siswa dari Keluarga tak Mampu Gagal Lolos PPDB di 3 Sekolah Negeri

BACA JUGA: Kejarlah Ilmu Setinggi Langit, Tetapi Ini Rumah Dekat Sekolah Ditolak, Bunda Sedih

Yang disayangkannya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota cenderung kaku menafsirkan peraturan tersebut. Hingga mengeluarkan petunjuk teknis yang memperkuat diskriminasi terhadap lulusan yang punya usia di atas syarat yang ditentukan.

BACA JUGA: Soal PPDB Zonasi, Wakil Bupati: Kobar Jangan Disamakan dengan Jawa

“Ini membuat anak berpotensi tak punya kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sesuai kemampuannya,” ujar Hetifah.

Padahal bisa saja kasus kelebihan usia pada anak terjadi karena berbagai sebab. Mulai kondisi keluarga si anak, kondisi anak itu sendiri hingga kemampuan anak dalam menerima pelajaran.

“Bisa saja sebelumnya ikut orangtua di luar negeri. Atau sakit dan saat sekolah sebelumnya pernah tinggal kelas,” imbuhnya.

Bahkan ada kasus karena orangtua tidak mampu secara ekonomi, sengaja menunda – nunda anaknya masuk SD karena belum punya uang. Setelah terkumpul uang, baru si anak di sekolahkan meski usia usia terlambat dibanding teman-temannya yang lain. Hingga ketika lulus SD, usianya melampaui kewajaran.

Tapi kondisi itu tak lantas menghilangkan hak anak untuk bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena itu, perlu ada perbaikan terhadap sistem yang ada saat ini. Hetifah mendorong adanya audit dan upaya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Untuk segera mengambil tindakan sebagai solusi agar tak ada korban dari sistem dan teknologi PPDB online ini.

“Harus ada audit. Sebab, terbukti sistem yang seharusnya membantu pelaksanaan PPDB menjadi lebih transparan dan akuntabilitas, justru berpotensi mendiskriminasi serta menghilangkan hak anak,” bebernya.

Diberitakan sebelumnya, Sumiyati warga Kelurahan Sungai Nangka, Balikpapan, Sabtu (6/7), pusing mengurus anaknya mendaftar PPDB tingkat SMP.

Namun putranya yang bernama Khoirun Juniansyah, terpaksa tidak bisa melanjutkan ke SMP negeri.

BACA JUGA: Anggota Dewan Heran, Mengapa Aturan PPDB Setiap Tahun Bikin Repot?

Alasan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bukan masalah nilai atau zonasi tempat tinggal. Melainkan usia yang melewati batas maksimal.

Berdasar aturan petunjuk teknis PPDB Pasal 16, calon peserta yang memenuhi syarat dengan usia maksimal 15 tahun per 1 Juli. Sementara usia Khoirun tercatat 15 tahun 15 hari. (rdh/rom/k16)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjelasan Disdik terkait Calon Siswa Gagal PPDB karena Usia 15 Tahun Lebih 15 Hari


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler