Calon Siswa dari Keluarga tak Mampu Gagal Lolos PPDB di 3 Sekolah Negeri

Senin, 08 Juli 2019 – 07:30 WIB
Antre pendaftaran PPDB jaur zonasi. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, TARAKAN - Beragam persoalan muncul dalam PPDB (penerimaan peserta didik baru) sistem zonasi tahun ini. Tidak sedikit calon siswa dari keluarga kurang mampu justru gagal bersekolah di sekolah negeri.

Fitri (41) contohnya, warga miskin yang harus berjuang keras agar tetap bisa menyekolahkan anaknya.

BACA JUGA: Soal PPDB Zonasi, Wakil Bupati: Kobar Jangan Disamakan dengan Jawa

Fitri merupakan seorang janda dengan 7 orang anak yang tinggal di RT 12 Kelurahan Lingkas Ujung, Tarakan Timur, Kaltara. Suaminya meninggal 2 tahun lalu.

Ia pontang-panting berjuang untuk menghidupi anak-anaknya. Dari mulai bekerja sebagai buruh kasar hingga berjualan es. PPDB tahun ini mungkin merupakan beban baru baginya.

BACA JUGA: Kejarlah Ilmu Setinggi Langit, Tetapi Ini Rumah Dekat Sekolah Ditolak, Bunda Sedih

Tahun ini ia harus bekerja lebih ekstra karena anak keempatnya yaitu Kharisma (17) tidak dapat melanjutkan ke sekolah negeri dan harus didaftarkan ke sekolah swasta.

Bermodalkan sedikit tabungan, akhirnya ia bisa membayar setengah uang pendaftaran sebesar Rp 1,3 juta.

BACA JUGA: Anak Tidak Lolos PPDB, Orang Tua Nyaris Baku Hantam

BACA JUGA: Kejarlah Ilmu Setinggi Langit, Tetapi Ini Rumah Dekat Sekolah Ditolak, Bunda Sedih

"Anak saya ditolak di tiga sekolah negeri. Pertama SMA 1, SMK 1 dan 2. Akhirnya tidak ada pilihan lain, daripada anak saya tidak sekolah akhirnya saya daftarkan di SMK Citra Bangsa di Karang Harapan. Untung pihak sekolah mau dibayar 2 kali. Akhirnya saya bayar setengah dulu karena memang segitu uang yang saya punya," ungkapnya.

Saat pendaftaran PPDB, ia mencoba untuk mendapatkan surat keterangan keluarga tidak mampu agar bisa diterima. Namun karena waktunya sudah mepet dan lewat dari jadwal pendaftaran, upaya itu gagal.

"Karena kan kemarin aku sempat minta surat keterangan tidak mampu dari RT, maksudnya jaminan supaya mudah diterima masuk sekolah. Tapi bilang Pak RT tidak bisa, karena paling sampai kelurahan saja (karena masa pendaftaran jalur keluarga tidak mampu sudah lewat, red). Setelah itu, sudah tidak ada kabar lagi. Jangankan untuk bayar sekolah, untuk makan setiap hari saja kami kesulitan. Saya tidak punya jaminan apa pun. Yah karena itu tadi, saya pernah melapor ke Dinas Sosial, tapi Dinsos bilang tidak bisa, karena penerima jaminan sudah terdaftar dari dulu," tukasnya.

Sebagai seorang janda yang tidak memiliki pekerjaan layak, Fitri sedikit kecewa karena tidak mendapatkan jaminan hidup apa pun dari pemerintah. Meski baru menyandang janda 2 tahun, namun sepeninggal suami ia benar-benar sangat kesulitan menjalani kehidupan. Bahkan untuk makan sehari-hari saja, terkadang dibantu tetangga terdekat.

BACA JUGA: Penjelasan Disdik terkait Calon Siswa Gagal PPDB karena Usia 15 Tahun Lebih 15 Hari

"Saya sudah tidak pikirkan lagi bayarnya nanti bagaimana, yang jelas anak saya harus bisa sekolah dulu. Mampu tidak mampu harus dimampu-mampukan. Sebenarnya kalau mau dipikir mampunya dari mana? Memang ada kakak-kakaknya yang sudah kerja, tapi juga sudah bekeluarga. Sementara saya masih sendiri juga, dan belum ada pekerjaan tetap. Jadi untuk keperluan, kadang anak juga ngasih uang sedikit untuk keperluan kami sehari-hari," ungkapnya. (*/zac/lim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Tak Diterima di Sekolah Dekat Rumah, Orang Tua Protes PPDB Sistem Zonasi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler