jpnn.com, BULELENG - Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) di Kabupaten Buleleng untuk tingkat SMA, rupanya masih menyisakan masalah.
Sejumlah sekolah harus melakukan verifikasi faktual untuk memastikan keberadaan para siswa. Bahkan muncul indikasi ada aksi “jual-beli” surat domisili yang dilakukan oknum lurah maupun perbekel, dalam PPDB tahun ini.
BACA JUGA: Disdik Tampung 200 Anak Imigran di 12 SDN, Mas Agus: Tidak Ada Aturan
Seperti yang terjadi di SMAN 1 Singaraja. Sejumlah orang tua siswa mendatangi sekolah untuk memprotes proses PPDB di sekolah.
BACA JUGA: Pendaftaran PPDB Secara Online, jika Ada Masalah Silakan ke Sekolah
BACA JUGA: Bawa NMax tapi Daftar PPDB 2019 pakai Kartu Menuju Sejahtera
Pasalnya, sejumlah warga yang mengandalkan kartu keluarga, justru dikalahkan dengan para siswa yang menggunakan surat domisili.
Dokumen yang muncul dalam proses PPDB, memang cukup janggal. Sejumlah pelamar, mengajukan surat domisili.
BACA JUGA: Penjelasan Kemendikbud soal Kasus PPDB yang Dialami 24 Siswa Lulusan SDN 2 Sukasari
Bahkan ada pelamar yang lulusan SMP di Gerokgak, melamar ke SMAN 1 Singaraja dengan surat domisili di salah satu kelurahan di Singaraja, yang terbit pada Desember 2018.
Secara logika, praktis pelamar itu harus bolak-balik Singaraja-Gerokgak dalam kurun waktu 6 bulan terakhir.
Sementara sejumlah siswa yang memang memiliki KK di Kota Singaraja, justru kalah dengan pelamar itu.
“Saya dari Pantai Indah, Banyuasri. Dari awal tinggal di radius 2,5 kilometer dari sekolah. Dikalahkan orang-orang yang mencari domisili. Setahu saya ada 3 orang dari Pantai Indah yang daftar ke SMAN 1 Singaraja, tapi tidak ada yang diterima. Saya hanya mau tahu, seperti apa sih mekanisme yang benar,” kata Gede Aryadana, warga Kelurahan Banyuasri seperti dilansir Radar Bali (Jawa Pos Group).
Ketua PPDB SMAN 1 Singaraja Luh Karsiniasih mengaku panitia harus melakukan verifikasi faktual terhadap surat domisili yang terbit.
Mirisnya sejumlah lurah justru menganulir surat domisili yang telah mereka terbitkan sebelumnya.
“Panitia sekolah sempat melakukan validasi ke lapangan. Ternyata lurahnya juga tidak berani bertanggung jawab.
Sehingga yang seperti itu tentu tidak bisa kami validasi. Itu sudah kami cek langsung ke lapangan dan sudah kami lengkapi dengan berita acara,” kata Karsiniasih.(JPG/rb/eps/mus/JPR)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketentuan soal Rombel di Permendikbud 51 Mestinya Juga Direvisi
Redaktur & Reporter : Friederich