Agustus, Penjualan Premium Diperketat

Kamis, 24 Juni 2010 – 07:38 WIB

JAKARTA - Pemerintah segera memberlakukan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi paling lambat bulan September tahun iniKebijakan itu mendesak dilakukan karena konsumsi BBM bersubsidi sudah 6-9 persen diatas kuota yang ditetapkan

BACA JUGA: 2011, Sektor Listrik Dapat Rp 7,7 T

"Saat ini saja konsumsi BBM sudah melebihi dari target
Tahun ini kita dijatah 36 juta kiloliter (KL)

BACA JUGA: Permintaan Saham Kosong 10 Pemda Ditolak

Kalau ini terus berlangsung maka konsumsi BBM kita akhir tahun bisa lebih dari 40 juta KL," ujar Dirjen Minyak dan Gas Kementerian ESDM, Evita Herawati Legowo usai membuka workshop pemanfaatan BBN (bahan bakar nabati) kemarin
Oleh karena itu, menurut dia, penerapan pembatasan BBM bersubsidi harus segera dilakukan.

Menurut Evita, pembatasan BBM bersubsidi seharusnya tidak boleh dilakukan melebihi bulan September

BACA JUGA: KADIN Harus Independen dari Kekuasaan

Alasannya, apabila pemerintah mengulur-ngulur waktu maka konsumsi BBM bersubsidi akan terus melonjak dan melebihi kuota"Kalau subsidinya (volume BBM bersubsidi yang dikonsumsi) besar maka Agustus (pembatasan) dimulai, tapi kalau (volumenya) merata, sepertinya September bisaTergantung volumenya nanti," kata dia.

Sejak Januari hingga Juni tahun ini, konsumsi BBM terus meningkatSelama enam bulan pertama, konsumsi BBM 6-9 persen diatas kuota harian yang ditetapkanDari pengamatan pemerintah, hanya minyak tanah (kerosen) yang konsumsinya tidak melebihi kuota yang ditetapkan"Jatah minyak tanah (yang disubsidi) 10 ribu kilo liter perhari, pada semester pertama tahun ini konsumsinya tidak pernah melebihi target itu," lanjutnya.

Untuk mengurangi penggunaan BBM bersubsidi yang sudah melebihi kuota yang ditetapkan, pemerintah akan membatasi penggunaan BBM bersubsidi hanya untuk jenis kendaraan tertentuPembahasan mengenai jenis kendaraan yang diperbolehkan mengkonsumsi BBM bersubsidi hingga kini masih dilakukan"Tapi transportasi umum dan sepeda motor tetap boleh beli BBM bersubsidi," kata Evita.

Saat ini Direktorat Jenderal Migas secara hati-hati sedang membuat skema pembatasan itu"Kita mempunyai kewajiban tanggal 9 Juli (2010) nanti harus sudah melaporkan kepada Menteri ESDM mengenai seperti apa rencana penghematan dan langkah-langkahnya, dan jika Menteri menyetujui selanjutnya laporan itu akan dibawa ke Komisi VII DPR RI," tukasnya.

Sebelum pembatasan BBM bersubsidi tersebut diterapkan, pemerintah kan terlebih dahulu merevisi Peraturan Presiden No55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) Dalam NegeriRevisi tersebut akan memasukkan mengenai siapa saja yang "boleh dan tidak boleh mengkonsumsi BBM bersubsidi"Diharapkan revisinya selesai sebelum kebijakan (pengetatan) ini diimplementasikan," cetusnya.

Opsi mengenai jenis kendaraan yang boleh membeli BBM bersubsidi atau sebaliknya, kata Evita, juga telah mengerucutKriterianya akan berdasarkan tahun pembuatan kendaraan tersebut, besaran cc (kapasitas mesin), dan wilayah pengetatanMengenai wilayah, sangat mungkin dilakukan di Pulau Jawa lebih dulu"Mungkin Jawa yang kami coba dulu," ungkapnya.

Pemerintah terpaksa melakukan pengetatan BBm bersubsidi karena konsumsinya sudah melampaui batasPasalnya harga keekonomian premium seharusnya sekitar Rp 7000 perliter, atau sama dengan Pertamax yang tidak disubsidi pemerintah (oktan 92)Sementara harga premium (oktan 88) saat ini ditetapkan pemerintah sebesar Rp 4500 perliterPadahal konsumsi premium tahun lalu saja telah mencapai 21.218.838 kilo liter.

Pengamat perminyakan, Kurtubi menolak kebijakan pemerintah yang ingin membatasi penjualan BBM berusubsidiSebab, hal itu justru akan menjadi bumerang bagi perekonomian nasional"Skenario pembatasan BBM bersubsidi apapun acuannya tidak usah diteruskan atau dilanjutkan karena ini justru akan merugikan pertumhuban ekonomi nasional," tegasnya.

Menurut dia, dengan membatasi penjualan premium dan solar hanya untuk golongan tertentu, maka akan terjadi kemunduran ekonomi"Salesman akan mengurangi aktifitas distribusi, akibatnya suplai barang ke masyarakat menjadi berkurang dan harga-harga akan mahalSalesman pasti membebankan kenaikan ongkos belanja BBM ke harga produk, kalau tidak mereka harus PHK karyawan," tuturnya.

Kurtubi menyarankan agar pemerintah mencari skema pengurangan penjualan BBM bersubsidi yang lebih bijaksana, misalkan meningkatkan pemanfaatan BBG (bahan bakar gas) pengganti BBM"Premium itukan masih ada substitusinya, yaitu BBG, itu yang lebih bijaksana daripada mengurangi penjualanSebagai permulaan bisa angkutan umum dan mobil-mobil dinas yang diganti BBG," jelasnya(wir)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Keterlibatan Swasta di Inalum Ditolak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler