Ahli Ungkap Tumpang Tindih Aturan Lahan Perkebunan, Kebanyakan Disanksi Administrasi

Selasa, 17 Januari 2023 – 01:04 WIB
Mantan Staf Ahli Menteri ATR/BPN Iing Sodikin Arifin menyebut banyak masalah akibat aturan yang tumpang tindih antara Peraturan Daerah (Perda) dan Undang-undang mengenai kawasan hutan. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Staf Ahli Menteri ATR/BPN Iing Sodikin Arifin menyebut banyak masalah akibat aturan yang tumpang tindih antara Peraturan Daerah (Perda) dan Undang-undang mengenai kawasan hutan. Hal itu banyak terjadi di Riau dan Kalimantan Tengah, di lokasi usaha kelompok usaha Duta Palma.

Hal itu disampaikannya dalam sidang perkara dugaan korupsi perizinan lahan kelapa sawit PT Duta Palma Group di Indragiri Hulu dengan terdakwa Surya Darmadi alias Apeng di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (16/1).

BACA JUGA: Saksi Sebut Transaksi Perusahaan Milik Surya Darmadi Dipakai untuk Operasional

Iing menerangkan jika ada masalah kepemilikan antara tanah perkebunan atau kehutanan, lazimnya dilakukan penelitian ke lapangan oleh beberapa pihak, antara lain Pemda, BPN, Polisi Kehutanan. Kemudian diputuskan apakah diselesaikan sesuai Perda atau dikeluarkan izin pelepasan. Jika kemudian diketahui memang perkebunan itu adalah area hutan, maka bisa dikenakan sanksi administratif.

“Berdasarkan pengalaman, sanksinya administratif, tertuang di PP 24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan. Salah satu penyelesaian melalui polisi kehutanan dan penyidik kehutanan, dikasih waktu sampai 2023 untuk penyelesaian sanksi,” ujarnya dalam sidang.

BACA JUGA: Surya Darmadi Didakwa Rugikan Negara Rp 78,7 Triliun

Iing menjelaskan dulunya tanah instansi jarang dicatat. Barulah dalam UU Nomor 1 tahun 2004 yang menyatakan harus disertifikatkan sebagai upaya penertiban.

Dia menyebut peraturan undang-undang memiliki daya ikat. Namun Perda secara hirarki yang lebih berlaku.

BACA JUGA: Surya Darmadi Siap Buktikan Kepemilikan Lahan Duta Palma

“Pencatatan wajib biar negara tahu berapa kekayaannya. Aset itu harus dikuasai dan dimanfaatkan. makanya Ibu Sri Mulyani bilang kenapa kalah dengan negara maju, karena aset tidak work,” ujarnya.

Kemudian, sejak 2016 harus ada izin perkebunan berdasarkan putusan MK nomor 138/2016. Di sisi lain, perkebunan yang sudah berjalan sebelum 2016 bisa diusahakan haknya.

Terhadap keterangan Iing, penasihat hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menyebut saksi ahli dengan jelas menyatakan sertifikat yang sudah timbul yang sudah dimiliki itu adalah sah dimiliki oleh badan hukum sepanjang belum pernah dibatalkan. Yang disebutkan saksi, terang tidak ada persoalan HGU terhadap kepemilikan tanahnya.

“Di mana selama ini kejaksaan menyatakan HGU-nya ini bermasalah dengan ada ahli pertanahan terjawablah dengan tegas sertifikat yang sudah timbul tidak ada alasan dinyatakan tidak sah sepanjang itu tidak ada tindakan hukum, proses hukum,” ujarnya seusai persidangan.

Yang kedua, kata dia, saksi Iing menjelaskan dasar kejaksaan selama ini yang menyatakan daerah Riau itu masuk kepada Tata Guna Hak Kesepakatan (TGHK).

Ternyata dari paparan saksi-saksi, disebutkan sampai kini belum ada penetapan hutan di wilayah tersebut.

“Undang-undang pasal 15 UU kehutanan menjelaskan untuk menetapkan kawasan hutan itu harus melalui empat. Penataan, tata kelola, pendistribusiaan, barulah ada penetapan kawasan hutan. Kalau tidak penetapan itu berarti daerah itu belum ada suatu ketentuan menyatakan kawasan hutan,” jelasnya.

Juniver menyebut pernyataan saksi ahli bahwa kawasan hutan di seluruh Riau harus berdasarkan penetapan. Terbukti, pengurusan sertifikat terhadap tiga lokasi yang bukan kawasan hutan dan area penggunaan lain berbarengan yang berdekatan.

“Nah, inilah tadi kejaksaan, dari ahli menyatakan karena terjadi friksi tumpang tindih ini, pemerintah pimpinan Pak Jokowi melihat harus ada jalan ke luar dibuatlah Undang-undang Cipta Kerja, seharusnya kejaksaan menghargai, menghormati UU Cipta Kerja ini, kalau tidak, tidak akan selesai. Karena dari data yang kami peroleh permasalahan tumpang tindih ini hampir 3,2 juta hektare di Indonesia,” jelasnya.

Juniver juga menyitir kesaksian Dian Kartika Rahajeng, pakar keuangan negara dari Universitas Gajah Mada.

Saksi, menurut Juniver, menguraikan soal tudingan TPPU atau pencucian uang terhadap Surya Darmadi. Saksi menjelaskan tudingan transfer pricing yang dilakukan Surya Darmadi ke Singapura ialah sumir dan tak berdasar.

Transfer pricing yang disebut sebagai indikasi pencucian uang, tak selaras dengan aset dan catatan keuangan serta rekening Surya Darmadi dan perusahaanya yang disita dan dibekukan oleh Kejaksaan.

"Bagaimana bisa dituduh TPPU. Silakan, dong, buktikan ada uang transfer sebesar Rp 600 miliar ke Singapura. Kan, mereka lihat semua rekening dan memblokirnya, juga sita aset, adakah seperti ditudingkan itu?" kata Juniver.

Jika tanah yang tumpang tindih ini diproses, lanjutnya, maka ada banyak perusahaan lain yang memasuki kawasan hutan yang sama dengan apa yang dilakukan oleh kliennya.

“Penjara penuh, karena ada 2 ribu lebih. Jadi, permasalahan di negara ini adalah 3,2 juta hektare yang sama dengan kami. Bagaimana ini jalan ke luarnya, jadi sangat tepat jalan ke luarnya adalah bagaimana menata tumpang tindih karena ini kesalahan dari pemerintah yang tidak menata. Memberikan izin tetapi tidak diproses lebih lanjut dan prosesnya bertele-tele,” pungkasnya. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sidang Tragedi Kanjuruhan, Aremania Datang ke Surabaya? Polri Siapkan 400 Personel


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler