Akademisi Imbau ASEAN Harus Tegas Menghadapi Ketegangan China-Taiwan

Selasa, 06 Agustus 2024 – 10:21 WIB
(Ki-ka) Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Ristian Atriandi Supriyanto MSc, peneliti Mitra Sekolah Ilmu Sosial, University of Western Australia, Ratih Kabinawa PhD; Dosen Senior Hubungan Internasional Universitas Indonesia Broto Wardoyo PhD; dan dosen serta peneliti Paramadina Public Policy Institute Muhamad Iksan SE MM. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Para akademisi menilai ketegangan antara China dan Taiwan, sebagai isu yang berkaitan dengan kepentingan negara-negara Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Indonesia dan anggota ASEAN lainnya pun diimbau untuk mengambil langkah penting dalam menghadapi ketegangan di Selat Taiwan, akibat meningkatnya sikap asertif China, termasuk peningkatan aktivitas militer di kawasan itu dalam beberapa tahun terakhir.

BACA JUGA: Soal Rencana Penerapan BMAD Terhadap Produk Keramik Asal China, Pengamat Ingatkan Airlangga, Simak

Hal itu disampaikan para akademisi yang hadir sebagai narasumber dalam diskusi bertajuk 'Ketegangan Selat Taiwan, Reaksi Asia Tenggara, dan Dampak Bagi Indonesia' yang diselenggarakan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakarta, Senin (5/8).

Akademisi Indonesia yang berbasis di Australia dan Taiwan, Ratih Kabinawa menyebut kasus penangkapan perahu nelayan Taiwan, oleh Penjaga Pantai China sebagai salah satu contoh nyata ketegangan antara dua negara.

BACA JUGA: Negara-Negara ASEAN Diimbau Bersatu untuk Hadapi Aksi Agresif China

"Tiga dari awak perahu nelayan tersebut adalah orang Indonesia. Ini membuat Indonesia harus berkomunikasi, baik dengan pihak China maupun Taiwan untuk menjamin keselamatan mereka,” tuturnya.

Ratih mengatakan bahwa ketegangan antara China dan Taiwan di Selat Taiwan akan berdampak serius bagi negara-negara ASEAN. Pada satu sisi akan membuka pintu bagi kompetisi superpower, yang tentunya akan berdampak hingga tataran tertentu pada kawasan Asia Tenggara.

BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Tiongkok dan Filipina Sepakat Akhiri Bentrokan di Laut China Selatan

Pada sisi lain, bila konflik meletus, sangat mungkin terjadi kubu-kubu di ASEAN. Kamboja, Laos, serta Myanmar mungkin akan mendukung China, sedangkan Vietnam dan Filipina kemungkinan akan menentang China, sedangkan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand masih tanda tanya.

Pada sisi ekonomi, Ratih menekankan pentingnya pemerintah negara-negara ASEAN memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap 700 000 warga mereka yang saat ini bekerja atau belajar di Taiwan, 300.000 di antara migran tersebut berasal dari Indonesia.

Senada dengan Ratih, dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia Broto Wardoyo menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus up to date dan memahami situasi terkini terkait ketegangan antara China dan Taiwan.

Pemahaman ini dibutuhkan agar pemerintah bisa cepat tanggap dalam mengamankan warga negara Indonesia di Taiwan. “China sekarang sudah makin asertif, atau bahkan agresif di Selat Taiwan dan Laut China Selatan,” tuturnya.

Berbeda dengan era sebelum Xi Jinping, sekarang makin sulit memahami kapan China memberikan lampu hijau, lampu kuning, atau lampu merah," uijar Broto yang menyebut China menjadi ancaman nyata.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Muhamad Iksan menekankan pentingnya memberi perhatian bagi dampak ekonomi dalam isu terkait ketegangan China dan Taiwan. “Taiwan menguasai semi konduktor dan ekosistem di dalamnya,” tutur Iksan.

Sementara itu, Ketua FSI Johanes Herlijanto menekankan pentingnya ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka. Dia juga memuji pernyataan Menteri Luar Negeri tentang perkembangan lintas Selat pada Agustus 2022, yang menyerukan untuk menahan diri dari tindakan provokatif.

"Seruan yang menentang penggunaan kekerasan militer dalam mengatasi persoalan antara China dan Taiwan, perlu untuk terus disuarakan lebih keras dan konsisten," kata Johanes.

Dia berpandangan bahwa setiap negara ASEAN harus saling mendukung dengan secara individual menunjukkan penolakan terhadap pihak mana pun yang cenderung meningkatkan ketegangan, terutama dengan melakukan manuver militer yang agresif. (jlo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... FSI Imbau Anggota ASEAN Bersatu dan Tegas Hadapi Provokasi China di LCS


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler