jpnn.com, RIAU - Akedemisi dari Universitas Riau mengharapkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 57 Tahun 2016 dan aturan turunannya yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) nomor P.17/2017 bisa dikaji ulang.
Sebab, dampak ekonomi dan sosial dari peraturan tersebut sangat besar.
BACA JUGA: Proyek Palapa Ring Tingkatkan Permintaan Serat Optik
Dr. Zaimi dari Pusat Penelitian Perkebunan Gambut dan Pedesaan Universitas Riau menjelaskan, PP 57/2016 sarat dengan muatan lingkungan.
Semua pihak sepakat, lingkungan hidup dalam jangka panjang harus dijaga. Namun, ekonomi masyarakat yang sudah beroperasi juga tidak terganggu.
BACA JUGA: Kadin Ragukan Realisasi Lahan Sawit 1,6 Juta Hektare
“Jadi lingkungan lestari, ekonomi sosial tidak terganggu,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Senin (17/4).
Untuk itu, harus ada forum yang bisa mempertemukan seluruh pemangku kepentingan untuk bisa duduk bersama.
BACA JUGA: Semana Santa Tingkatkan Pariwisata di NTT
“Kita memang harus bertemu, antara pemerintah, perguruan tinggi, LSM, perusahaan, termasuk pemuka masyarakat yang terkena dampak dari aturan itu,” imbuh Zaimi.
Zaimi berharap, pertemuan tersebut bisa membahas semua aspek tentang regulasi gambut dan menghasilkan usulan jalan keluar yang baik.
“Ya ujungnya kalau nggak ketemu ya paling judicial review. Ya namanya Permen masih bisa berubah, yang tak bisa berubah hanya kitab suci,” ujar Zaimi.
Regulasi baru tentang lahan gambut yang harus dijadikan fungsi lindung tersebut memiliki dampak sangat besar di Riau.
Pakar gambut tropis dari Universitas Riau Wawan menduga 45 persen dari lahan gambut yang ada di Riau akan menjadi fungsi lindung.
“Kalau kita mau buat suatu regulasi kemudian ternyata ini berdampak pengusaha teriak, rakyat teriak, lho. Kalau rakyat teriak kan itu tugas negara menyejahterakan rakyat. Maka semestinya ditinjau ulang, dengar suara banyak pihak termasuk akademisi itu didengar. Setelah itu baru mengambil keputusan seperti apa baiknya,” kata Wawan.
Wawan mengatakan, sejak PP 71 tahun 2014 terbit, Himpunan Profesi Gambut Indonesia sudah membahasnya kemudian menyusun analisis.
Setelah itu, diserahkan ke pemerintah. Namun, pemerintah tampaknya belum merespons dengan baik.
“Waktu keluarnya PP 71 dan PP 56, kami sudah memberi masukan tapi pemerintah tetap kukuh bahkan mengeluarkan Permen lanjutan (Permen LHK P.17/2017),” ujar Wawan.
“Beberapa kali kami mengadakan pertemuan, supaya ini di-review, ditinjau ulang lah. Karena mengelola gambut itu berkelanjutan, antara lingkungan ekonomi dan sosial itu seimbang ketiganya,” imbuhnya.
Menurut Wawan, para ahli dan akademisi di perguruan tinggi harus ditantang untuk bisa mencari solusi mencegah kebakaran, tetapi ekonomi tetap bisa produktif.
“Yuk kita pikirkan, janganlah kita menyusahkan bangsa kita sendiri oleh peraturan-peraturan pemerintah,” kata Wawan. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dampak Sosial Besar, Permen KLHK P.17/2017 Bisa Digugat
Redaktur & Reporter : Ragil