JAKARTA – Sejumlah kalangan meminta pemerintah tidak menjadikan hasil audit Ernst & Young (E&Y) sebagai alasan memperpanjang kontrak kerja sama pengelolaan PT Inalum dengan JepangAnggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Dito Ganinduto mengatakan, audit E&Y hanya sebagai masukan bagi pemerintah untuk mengetahui kinerja keuangan PT Inalum selama ini
BACA JUGA: Menteri Perdagangan Banggakan Ekspor Risliting
"Apapun hasil audit E&Y, pemerintah harus tegas menolak usulan Jepang untuk memperpanjang kerja sama pengelolaan Inalum, apalagi penunjukkan E&Y diduga tidak transparan," tegas Dito.
Penolakan juga terjadi di Medan Sumatera Utara
BACA JUGA: Disiapkan Rp150 M untuk Diklat UMKM
Mereka minta pemerintah mengambilalih PT Inalum karena selama ini, PT Inalum tidak memberi kesejahteraan kepada masyarakat SumutBACA JUGA: RI Tawarkan KEK ke Jepang
Para pendemo mendesak masuk, namun ditolak aparat yang berjaga di sanaDua aktivis akhirnya digelandang ke kantor polisi untuk diamankan.Terkait penolakan PT Inalum dikelola konsorsium Jepang, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Ires) Marwan Batubara menambahkan, audit E&Y hanya sebagai referensi atau acuan bagi pemerintah mengetahui nilai kompensasi pascapenghentian kerja sama pengelolaan PT Inalum dengan Jepang"Pemerintah tidak mempunyai keharusan memakai hasil audit tersebut," katanya.
Saat ini, E&Y tengah mengaudit kinerja keuangan InalumPemerintah memberi batas waktu kepada E&Y melakukan audit sampai 20 Oktober 2010Setelah audit selesai, pemerintah akan melakukan pembicaraan pengelolaan Inalum dengan Jepang dengan batas waktu sampai 31 Oktober 2010.
Ada dua opsi yang sedang dikaji pemerintah. Pertama, usulan Jepang yang meminta perpanjangan kontrak pengelolaan PT Inalum dengan insentif penambahan investasi ratusan juta USD buat pengembangan kapasitas produksi aluminium sekaligus pembangkit listrikOpsi kedua, pengelolaan selanjutnya diserahkan ke pihak nasional dengan opsi membentuk BUMN baru atau lewat BUMN yang sudah ada seperti Antam
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, hasil audit E&Y akan menjadi salah satu acuan posisi pemerintah saat melakukan negosiasi dengan Jepang
Dito menambahkan, sudah saatnya Inalum dikelola bangsa sendiri dan tidak memperpanjang lagi kontrak kerja sama pengelolaannya dengan JepangMenurut dia, Jepang sudah menikmati hasil pengelolaan PT Inalum selama 30 tahun.
Sementara itu, sumber daya manusia Indonesia, lanjutnya, juga sudah mampu mengelola Inalum sendiri"Kalau dulu memang belum, namun sekarang, setelah 30 tahun, kita mampu," ujarnyaApalagi, tambahnya, bahan baku aluminium tersedia melimpah di Indonesia dan pasarnya pun baik dalam maupun luar negeri sudah pasti"Industri dalam negeri membutuhkan produk aluminium cukup besar dan kini masih dipenuhi dari impor," ujarnya.
Terakhir, pengelolaan Inalum oleh BUMN akan menambah portofolio perusahaan negara"Jadi, sudah jelas, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk melanjutkan kerja sama dengan pihak JepangKita harus mengelola Inalum sendiri," tambahnya.
Marwan mengatakan, jangan lagi pemerintah memberi ruang bagi perpanjangan kerja sama pengelolaan Inalum dengan Jepang"Jadi, saat akan melakukan negosiasi dengan Jepang, posisi kita sudah tegas yakni menolak perpanjangan," katanya.
Penolakan kelanjutan kerja sama dengan Jepang sebelumnya juga disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP M Romahurmuziy, Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, dan pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta A PrasetyantokoKetiganya meminta agar pemerintah memberikan kesempatan pengelolaan PT Inalum kepada BUMN"Ini saatnya pemerintah mempertontonkan secara tegas nasionalismenya," kata Romahurmuziy(did)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Temuan BPK Jauh Dari Fakta
Redaktur : Tim Redaksi