Aksi Marinir Indonesia yang Stupid Crazy VS Gengster Pelabuhan (1)

Selasa, 13 Oktober 2015 – 17:55 WIB
Pamflet Operasi Bersih.

jpnn.com - SELURUH pelabuhan besar di Indonesia dikuasai gengster. Para pejabat tinggi terlibat. Untuk membereskan masalah ini, pemerintah menerjunkan KKO, nenek moyang Marinir Indonesia yang stupid crazy. Berhasil?  

=======
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
=======

BACA JUGA: Kamar Gas Beracun Sukses, Nazi Pakai Cara Mobile untuk Membunuh Massal, Seperti Ini Mobilnya!

Dr. Leimena selaku Menteri Distribusi Kabinet Kerdja rezim Soekarno resah. Lebaran 1960 sudah di depan mata, tapi roda perekonomian macet. Setelah diteliti, satu di antara pangkal soalnya ada di pelabuhan. 

Pemerintah menyimpulkan bahwa di pelabuhan terjadi mismanagement dan ketidakseragaman meliputi hampir semua bidang pelayaran; kaum pencoleng, yaitu orang-orang yang tidak bertanggungjawab berkeliaran di pelabuhan-pelabuhan, sehingga para pegawai tidak dapat bekerja dengan tenang; penyelundupan legal dan ilegal terjadi di mana-mana, hingga kekayaan negara dialirkan keluar negeri.

BACA JUGA: Di Ruangan Inilah Nazi Membantai Pasien Sakit Jiwa Sebelum Membunuh Massal Yahudi

Februari 1960, pemerintah menyerahkan tanggungjawab membereskan pelabuhan-pelabuhan yang sebelumnya dipegang Angkatan Darat kepada Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). 

Ketika ditanya apakah sanggup menangani 15 pelabuhan yang terpenting, yakni Tanjung Priok, Tanjung Perak, Semarang, Cirebon, Belawan, Palembang, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Manado, Bitung, Ambon, Benoa, Kupang dan Ternate, Angkatan Laut menyatakan kesanggupannya, tapi tidak sekaligus. 

BACA JUGA: Terungkap! Nazi Jadikan Pasien Sakit Jiwa Kelinci Percobaan Sebelum Bunuh Massal Yahudi

Pertama yang diterima adalah Tanjung Priok. Ini merupakan, "pelabuhan yang terbesar, yang merupakan suatu test case bagi AL, oleh karena di pelabuhan inilah terjadi hal-hal yang sungguh-sungguh di luar garis-garis ketertiban umum," tulis majalah Jalasveva Jayamahe, terbit akhir 1960.

Untuk tugas ini, ALRI membentuk Operasi Tertib. Sebagai komandan operasi ditunjuk Ltk. Srijono Prodjosukanto, yang pada waktu itu menjabat Peperpu Laut. 

Negara Maritim

ALRI mengerahkan pasukan yang sebagian besar dari KKO--Korps Komando, nenek moyang Marinir Indonesia yang stupid crazy--untuk mengemban tugas ini. Stupid crazy julukan orang asing untuk Marinir Indonesia. Maksudnya bukan bodoh dan gila, melainkan hebat dan nekad. 

(Baca: Inilah Kehabatan Tank yang Membuat Marinir Indonesia Disebut Stupid Crazy, Penampakannya...)

"Baru terasa pada waktu itu bahwa negara kita ini adalah negara yang dikuasasi lautan atau jelasnya negara maritim. Teratur atau tidak teratur, kaya atau melarat terserah kepada bagaimana kita mengatur perhubungan di lautan," ungkap Srijono Prodjosukanto, Komandan ke-I Operasi Tertib, dalam artikel bertajuk Operasi Tertib.

Dalam artikel yang dipublish pada 1960-an tersebut, Srijono juga mengaku baru menyadari jika selama ini, pemerintah, departemen-departemen, jawatan-jawatan, serta banyak orang yang menentukan jalan perekonomian Indonesia tidak insyaf akan maritiem dependency

Nah sekarang dalam constellatie negara sematjam negara kita ini, maritiem, djika pelajaran dagangnja kurang giat, atau salah mengaturnja, atau tidak mau diatur, maka kehidupan ekonomie terutama di daerah-daerah, akan langsung terkena dengan mengakibatkan ekses-ekses seperti penjelundupan, pemerasan, pentjolengan dsb, jang seterusnja semakin mempertjepat kita ke keruntuhan ekonomie keseluruhannja.

Soal Pelabuhan

Pada waktu itu, berdasarkan pengamatan tim Operasi Tertib, macam-macam masalah di pelabuhan berpokok pada kekurangan disiplin dan ketidakjujuran pejabat-pejabat yang bertanggungjawab. 

Dalam hal pelayaran, sebagaimana dicontohkan Srijono, sebuah perusahaan pelayaran tidak memberangkatkan kapal-kapal mereka pada hari Sabtu dan Minggu, karena kru kapal tidak mau atau tidak sanggup. 

Waktu dua hari itu sangat mahal bagi sebuah kapal yang besarnya 500 ton, yang ongkos manajemennya lebih kurang Rp50 ribu seharinya. Kalau kapal-kapal di seluruh Indonesia yang sekarang berjumlah lebih kurang 450 buah, semua berbuat demikian, maka dapat digambarkan jumlah pemborosan yang terjadi dalam sebulannya yaitu Rp100 juta.

"Ini baru dilihat dari sudut pemberangkatan kapal saja. Belum lagi dari sudut tertahannya kapal-kapal karena muatan belum ada, surat-surat belum beres karena disengaja tidak dibereskan dan sebagainya," tandasnya.

Srijono menjelaskan, pada waktu itu, setiap kapal sebulannya kehilangan rata-rata 10 hari, yang tidak digunakan secara efektif. Jadi sebulannya untuk seluruh Indonesia berarti pemborosan sebanyak Rp250 juta. 

Keadaan ini yang antara lain harus dibereskan tim Operasi Tertib. 

"Suatu tugas yang sepintas lalu tidak begitu berat, akan tetapi dalam kenyataannya sangat sulit, oleh karena suatu penertiban, berarti mengancam sandang pangan mereka yang didapat dengan jalan yang tidak jujur. Lagi kalau diingat, bahwa mereka yang tidak jujur itu kadang-kadang mempunyai jabatan tinggi, sangat tinggi," tuturnya.

Di samping manajemen yang salah urus, sebagaimana dijelaskan Srijono, tim Operasi Tertib juga berhadapan dengan soal flow of wealth keluar negeri, yang tak seorang pun dapat mengetahui atau menghitung jumlahnya, "yang paling sedikit ditaksir ada seribu juta rupiah sebulannya," Srijono menggambarkan situasi di Tanjung Priok era 1960-an.  

Belum lagi soal uang suap yang berhamburan di lingkaran pejabat tinggi. Istilahnya uang semir!

Apakah Angkatan Laut dapat menyulap keadaan yang serba kacau itu menjadi rapi? Mari ikuti terus aksi nenek moyang Marinir yang stupid crazy itu...--bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernah Dengar Istilah Belanda Depok? Ini Sejarahnya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler