Aktivasi Hak Politik TNI Dikhawatirkan untuk Bela Penguasa

Selasa, 22 Juni 2010 – 16:47 WIB
JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit menegaskan pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebaiknya fokus membangun profesionalitas ketimbang meminta hal politiknya dalam pemilihan umum (Pemilu)"Kalau sikap profesionalitas sudah terbangun secara baik, maka hal tersebut akan mendorong demokrasi ke arah yang lebih baik

BACA JUGA: Posisi Todung Tidak akan Diganti

Tapi kalau profesionalitas itu masih sebatas di mulut, maka aktifasi hak-hak politik TNI dikuatirkan akan membela kepentingan penguasa," kata Arbi Sanit, di Jakarta (22/6).

Dalam konteks demokrasi lanjutnya, sesungguhnya hak-hak politik TNI dalam pemilu merupakan hal yang wajar
Sungguhpun demikian warga bangsa dan negara ini masih diselimuti oleh traumatik peranan TNI di masa Orde Baru (Orba)

BACA JUGA: Disindir TK, Nurpati Dibela Mendagri

Jadi kita nampaknya masih butuh waktu untuk memulihkan kepercayaan tersebut
"Salah satu cara yang terbaik bagi TNI untuk memperbaiki kepercayaan tersebut adalah membangun profesionalitas," tegas Arbi.

Kalau hak-hak politik TNI pada Pemilu dipulihkan dengan cara hanya mengandalkan perangkat undang-undang dan peraturan, jelas tidak efektif karena pada akhirnya undang-undang khusus tersebut akan berhadapan dengan institusi TNI.

"Lain halnya, jika sikap profesionalitas TNI itu sudah terlihat secara kongrit, maka prilaku prajurit TNI dengan sendirinya akan berkontribusi positif terhadap demokrasi bangsa

BACA JUGA: Klan Cikeas di Posisi Strategis

Jadi kata kuncinya adalah profesionalitas dan itu sebaiknya dicermati dengan hati-hati serta jadi prasyarat," imbuhnya.

Selain menuntut profesionalitas TNI, Arbi Sanit juga mengkritisi sikap partai politik (parpol) berkuasa yang dia cermati sering 'merayu' tentara untuk tidak netral dalam pemilu hingga sendi-sendi demokrasi hilang"Jadi ada dua hal besar yang harus dibenahi terlebih dahulu, pertama profesionalitas TNI dan profesionalitas parpolDua-duanya harus diperbaiki secara bersamaan," kata Arbi.

Arbi Sanit menyarankan jika pemerintah dan partai politik belum siap, wacana pemulihan hak-hak politik TNI dalam pemilu sebaiknya ditunda saja"Kalau dipaksakan pada akhirnya tentu akan menimbulkan problem baru lagi bagi bangsa dan negara ini," saran Arbi Sanit.

Hal yang sama juga dikatakan Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Ganjar Pranowo"Bangsa ini sebaiknya memberikan waktu bagi TNI untuk menyelesaikan reformasi internal di tubuhnya secara menyeluruhWacana tersebut diatas, jelas akan mempengaruhi tatanan reformasi yang saat ini berproses di TNI," ungkap Ganjar Pranowo.

Menurut aktifis GMNI ini, reformasi yang mulai dilakukan sejak TNI dipisahkan dengan Polri pada tahun 1999 saat ini hasilnya bisa dilihat sedang menuju perbaikan yang luar biasa"Kalau belum siap, TNI yang bekerja berdasarkan rantai komando jangan dipaksa untuk berdemokrasi di ranah politikIni akan menimbulkan kontradiksi yang luar biasa di internal TNI yang tengah memperbaiki diri," tegas Alumni Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada itu.

Sementara Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso mengatakan Golkar sedang menimbang untung ruginya pemberian hak pilih kepada TNI dalam Pemilu 2014 mendatang"Itu adalah pikiran progresif dan kami sedang memikirkan untung ruginyaSebenarnya periode yang lalu Golkar pernah menawarkan ide tersebut dalam pembahasan RUU politik," ujarnya.

Priyo menyebut hal penting yang harus dihitung secara matang soal kesiapan TNI menerima dinamika demokrasi, yaitu soal tradisi TNI melakukan komando terpusat sehingga tidak mudah menerima atau menjalankan dinamika demokrasi yang syarat dengan keberbedaan"Saya tidak yakin TNI tetap utuh jika Kostrad membawa bendera kuning dan Kopasus membawa bendera biru," ujar Priyo(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Tolak Gugatan Calon Demokrat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler