Alasan BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan

Jumat, 28 September 2018 – 11:39 WIB
Bank Indonesia. Foto: Ilana Adi Perdana/Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen.

Suku bunga deposit facility juga naik 25 bps menjadi 5,00 persen dan suku bunga lending facility naik 25 bps menjadi 6,50 persen.

BACA JUGA: BI Diprediksi Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,75 Persen

Keputusan itu diambil berdasarkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI pada 26–27 September 2018.

Selain itu, keputusan tersebut tidak terlepas dari langkah The Fed menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin (bps) menjadi 2–2,25 persen.

BACA JUGA: Penyaluran Kredit Rumah Tangga Menurun

Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut juga terkait dengan pertumbuhan ekonomi global yang semakin tidak merata yang disertai ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi.

’’Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi global itu tidak terlepas dari ketegangan perdagangan antara AS dan sejumlah negara lain,’’ kata Perry, Kamis (27/9).

BACA JUGA: Silakan Baca, Respons Pak SBY Sikapi Tuduhan Asia Sentinel

Untuk memperkuat stabilitas rupiah, kenaikan suku bunga juga didukung kebijakan untuk memberlakukan transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) dalam rangka mempercepat pendalaman pasar valas serta memberikan alternatif instrumen lindung nilai bagi bank dan korporasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai keputusan BI menaikkan suku bunga acuan merupakan hal yang wajar.

Sebab, pemerintah dan dunia usaha telah memasukkan kemungkinan (price in) mengenai kenaikan suku bunga The Fed hingga tahun depan.

Ekonom Indef Bhima Yudistira menambahkan, BI sudah bekerja keras menjaga nilai tukar dengan menaikkan suku bunga BI-7DRRR.

Di luar itu, BI juga mengintervensi pasar valuta asing (valas) dan surat berharga negara (SBN), mengeluarkan sejumlah kebijakan mengenai swap, dan mendorong pengembalian devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam negeri.

’’Sayang, pemerintah terlambat merespons pelemahan rupiah. BI kerja keras menjaga di sisi moneter, tapi fiskalnya bisa dikatakan tidur,’’ ucap Bhima.

Dia menuturkan, dolar AS masih berpeluang menguat sehingga sampai akhir tahun ini rupiah masih akan melemah ke level Rp 15.200.

’’Ini faktornya krusial karena bertepatan dengan pemilu. Maka, stabilitas menjadi hal yang paling penting,’’ kata Bhima. (ken/rin/c22/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bank Indonesia: Rupiah Rp 15 Ribu Beda dengan Krisis 1998


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler