Ambacang, Cagar Budaya yang Diubah Peruntukannya

Jumat, 20 November 2009 – 05:36 WIB
Sisa-sisa Hotel Ambacang sekitar 10 hari setelah gempa. Foto: Arsito Hidayatullah/JPNN.
Cerita tentang gempa Padang terasa belum lengkap kalau tidak menyebut Hotel AmbacangSebab, sampai sekarang tak banyak yang menyoal mengapa komplek hotel itu roboh sendirian

BACA JUGA: Lolongan Mistis Jasad Ricky dari Balik Reruntuhan

Padahal, kalau dikaji lebih mendalam, hasilnya bisa menjadi wacana penting dunia konstruksi dan hukum di negeri ini.

Laporan NANY WIJAYA, Padang

SAMPAI
sekarang pun masih banyak yang beranggapan bahwa Kota Padang sudah hancur, luluh lantak, seperti Hotel Ambacang
Anggapan itu tidak berlebihan

BACA JUGA: Kesedihan Bidan yang Kehilangan Empat Pasien Hamil

Semua orang yang datang ke kota itu setelah gempa, pasti mengira begitu
Termasuk para relawan dan saya sendiri.

Tapi, begitu pesawat mereka mendarat di Bandara Minangkabau, Padang, saya yakin perasaan orang-orang itu sama dengan saya: kecele

BACA JUGA: Bangun Sekolah Tahan Gempa Sekaligus Rescue Center

Jangankan landasannya, bangunan bandaranya pun utuhSama sekali tak tergambar adanya tanda-tanda gempa.

Seperti bangunan lain di seluruh Kota Padang, bangunan bandara yang hampir seluruh dindingnya terbuat dari kaca yang diperkuat stuktur baja itu juga ikut bergoyang saat terjadi gempa pada 30 September lalu.

Tetapi, karena strukturnya benar dan kukuh, bangunan yang letaknya hanya kurang lebih 20 menit dari Hotel Ambacang itu tetap utuhSatu-satunya kerusakan adalah retakan kecil di salah satu dinding kacanyaBegitu kecilnya hingga tak mengesankan bahwa itu akibat gempaBentuk kerusakan itu lebih mirip kaca yang retak karena diketepel anak-anakKok bisa?

"Yang membangun bandara ini JepangJadi benar-benar diperhitungkan ketahanannya terhadap gempa," jelas Gubernur Sumatera Barat Prof Dr H Marlis Rachman MSc, yang hari itu seat-nya di pesawat bersebelahan dengan saya.

Karena masih baru, menurut Marlis, bangunan bandara masih diawasi dengan ketat oleh pihak Jepang"Bahkan, memaku gambar di dinding pun, harus izin merekaMereka sendiri juga yang memasang pakunya," kata mantan Wagub Sumbar yang pernah diundang khusus ke Jepang untuk mengetahui efek gempa dan bangunan yang tahan terhadap gempaSalah satu kepala daerah yang ikut bersamanya saat itu adalah Bupati Padang Pariaman.

Berangkat dari pengalaman di Jepang itu, bagaimana pendapat Marlis tentang Hotel Ambacang? Ditanya begitu, guru besar ini hanya mengatakan, "Emergency exit saja tidak ada di hotel ituLorong-lorong antar kamar juga sangat sempit."

Dari jawaban itu saja, sudah bisa disimpulkan bahwa hotel itu sebenarnya tidak memenuhi syarat sebagai bangunan publikTetapi, mengapa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) bisa keluar? Dari penjelasan singkat Marlis itu, sebenarnya sudah cukup bagi semua pihak untuk mempertanyakan, bagaimana IMB bisa dikeluarkan oleh Pemkot Padang.

"Hotel Ambacang punya beberapa IMBSelama menjabat di sini, saya sudah mengeluarkan dua IMB untuk Hotel AmbacangYang pertama 2005, yang kedua 2007," jelas Irwan ST, Kabid Tata Bangunan Dinas TRTB Padang, kepada harian Pos Metro Padang (media grup JPNN).

Sayangnya, seperti ditulis harian pagi itu, Irwan menolak menjelaskan secara detail tentang IMB ituAlasannya, "Sejak gempa, semua arsip dikumpulkan walikota untuk proses recovery."

Hotel bintang tiga itu memang tidak dibangun sekaligus, melainkan bertahap dan tidak langsung sebagai hotelBangunan asli hotel berkamar 108 itu sebenarnya gedung tua milik Belanda, yang dibangun pada awal 1900Di zamannya, gedung itu adalah kantor pusat perdagangan Belanda, Handelsvereeniging Harmsen Verwey & Dunlop NV, PT Gevestigd te AmsterdamDi salah satu pilarnya yang masih asli, nama itu masih tertera.

Tak jelas, apa peruntukan hotel itu setelah Belanda meninggalkan negeri iniYang jelas, pada 1998, wali kota Padang mengumumkan bangunan itu sebagai salah satu dari 73 bangunan bersejarah di Kota Padang.

Sesuai ketentuan, bangunan bersejarah tak boleh diubahKalaupun direnovasi, harus persis dengan aslinyaTetapi, apa yang terjadi kemudian, pada 2004, bangunan itu berubah total sejalan dengan perubahan peruntukannya.

Sebelum berubah menjadi hotel berlantai enam, bangunan tua itu difungsikan oleh pemiliknya, Andri Virgo, sebagai supermarket dan pusat permainan anak-anakDi belakangnya, dibangun kolam renangKolam renang ini memiliki klub perenang yang diberi nama Ambacang Swimming Club (ASC).

Klub itu bukan hanya sukses secara bisnis, tetapi juga melahirkan banyak atlet renangKarena itu, ketika Andri bermaksud membongkar kolam tersebut, banyak pengurus klub yang keberatan.

Andri mengalah, tetapi tidak mengurungkan niatnya untuk membangun hotel di situ karena bisnis supermarket dan permainan anak-anak ternyata kurang menguntungkanDengan tanpa mengganggu operasional kolam renang, Andri mendirikan bangunan hotel berlantai duaFondasinya dibuat di sekitar kolam.

Di luar dugaan, hotel baru itu suksesMungkin karena letaknya yang ada di pusat kota dan hanya berjarak setengah jam dari bandaraKarena itu, Andri lantas meningkatkan bangunan itu menjadi tiga lantaiPadahal, fondasinya hanya untuk dua lantai.

Penambahan ruang itu membuat Hotel Ambacang secara bisnis semakin menggiurkanTuntutan pasar terus meningkat, sehingga pemilik pun terpaksa membangun tambahan kamar di atas bangunan lama yang umurnya sudah lebih dari 100 tahun itu.

Ini bukan soal pelanggaran terhadap ketentuan cagar budayaTetapi, ini menyangkut kekuatan bangunan dan keselamatan penghuninyaSebab, bangunan tambahan di atas gedung utama itu dilakukan tanpa menghitung kekuatan fondasi bangunan asli.

Parahnya lagi, kolom-kolom dan besi-besi beton yang digunakan untuk menyangga empat lantai bangunan baru itu tidak diperhitungkan dengan benarItu bisa dilihat pada reruntuhannyaTulang beton yang digunakan sangat kecil, besi beton ulir dicampur dengan yang polos, sengkangnya banyak yang kosongKalaupun ada yang memakai sengkang, pemasangannya salahAda kolom yang sebenarnya kecil dan tidak layak untuk menyangga bangunan lebih dari satu lantai, diperbesar dengan tambalan batu bataTragisnya, yang sudah kecil itu pun, kekuatannya masih di-"korupsi" dengan memasukkan paralon untuk saluran pembuangan air.

Kondisi seperti ini bisa dilihat di semua bangunan tambahan hotel ituInilah salah satu sebab mengapa lantai dua ke atas hancur totalPadahal, lantai tersebut menjadi pusat berkumpulnya para tamu karena di situlah letak ruang-ruang seminar dan pertemuan lain.

Begitu pula bangunan yang berada di dekat kolam renangBangunan itu seperti dipelintir ketika gempa datang mengguncangPadahal, bangunan itu menggunakan struktur bajaBerarti pemasangan dan penghitungannya tidak sesuai ketentuan.

Selain itu, seperti yang dikutip harian Padang Ekspres (grup JPNN) dari pengakuan Denny Risman, salah seorang pengurus ASC dalam Facebook-nya, bangunan hotel itu tambal sulam"Tangga-tangga keluarnya juga hanya mengarah ke kolam renang dan ke dalam hotelUntuk menuju ke tangga itu pun, dan keluarnya dari bangunan utama, jalannya berbelit-belit," tulis Denny.

Mungkin karena banyaknya kesalahan itulah, pihak hotel saat ini bersikap sangat tertutupTak ada orang yang bisa masuk ke lingkungan reruntuhan hotel yang kini sudah ditutup seng tinggi"Kecuali ada izin dari manajemen hotel," kata petugas yang berjaga di situ dengan kasar, ketika saya bersama Dr Ir Pujo dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan Dr Ir Joshie, konsultan JICA, berkunjung ke situ dengan didampingi petugas dari Sekda Pemkot Padang.

Sebenarnya semua ahli konstruksi yang berkunjung ke Padang sudah mempertanyakan dan menggunjingkan hal iniTermasuk para ahli di Universitas Andalas, Padang, sendiriTetapi, siapa yang menindaklanjuti gunjingan mereka?

Seperti yang dikatakan banyak ahli konstruksi, jika kasus Ambacang itu terjadi di luar negeri, pemiliknya, kontraktornya, dan pengawas bangunannya pasti diperiksa pihak yang berwajibJika terbukti bersalah, mereka akan dikenai sanksi hukumDan, para korban bisa menuntut mereka.

Tentang hal itu, Dr Ir Joshie mengatakan kepada saya, "Dulu di Jepang, ada pemilik apartemen yang digugat calon penyewa, gara-gara si calon penyewa tahu bahwa struktur bangunan itu melanggar ketentuan sehingga membahayakan penghuninyaPenggugat itu menang, apartemennya harus dibongkar untuk disesuaikan dengan ketentuan bangunan yang berlaku di daerah itu."

Ketika hal-hal yang tak lazim itu saya sampaikan ke Walikota Padang Drs H Fauzi Bahar MSi, tidak ada komentar darinyaTermasuk ketika saya sampaikan bahwa di negara lain, kasus seperti Ambacang bisa dibawa ke pengadilan.

Yang juga menarik, seperti yang dikutip harian Pos Metro Padang beberapa waktu lalu, Fauzi menilai ambruknya Hotel Ambacang yang menewaskan sekitar 200 orang itu lebih karena faktor alamBenarkah?

Kalau pernyataan Fauzi itu benar, seharusnya bangunan lain di sekeliling hotel juga hancurKenyataannya, bangunan BNI 46 yang terletak persis di sebelah kanan Ambacang hanya retak-retak kecil, sehingga bisa tetap digunakanHanya bangunan pos penjagaan bank ini, yang letaknya terpisah dari bangunan utama bank, yang hancur dindingnyaBegitu pula Den Pom dan SMK 1 yang ada di depan hotel, juga hanya rusak ringanHotel Bumi Minang yang terletak di belakang Ambacang, juga rusak berat, tetapi tidak sampai runtuh seperti Ambacang.

Anehnya, mengapa tidak ada ahli konstruksi yang meng-counter pernyataan Fauzi? (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mud Max Lapindo, Dokumenter atau Propaganda?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler