jpnn.com - BOCAH-bocah SD di Jorong Padanglaweh Nagari Pulasan, Kecamatan Tanjunggadang, Sijunjung, Sumbar, harus menempuh perjalanan 6 kilometer dengan berjalan kaki menuju sekolah.
Jorong yang memiliki 600 jiwa ini, belum memiliki sarana pendidikan. Jika ingin tetap melanjutkan pendidikan, para pelajar di daerah itu harus sekolah ke luar jorong.
BACA JUGA: Ajudan Gus Dur Selalu Bawa Sekoper Penuh Video Lawak
Hendri-Sijunjung
Jorong Padanglaweh berjarak 20 kilometer dari jalan lintas Sumatera di Nagari Tanjunggadang. Untuk sampai ke daerah tersebut, harus melewati jalan berbatu dan berlumpur. Puluhan anak-anak berseragam sekolah berjalan beriringan.
BACA JUGA: Kalah Bertanding Menanam Cabe dengan Orang Sakti, Memeluk Islam
Tampaknya para pelajar tersebut baru pulang sekolah. Saat melihat kendaraan, anak-anak tersebut berusaha untuk menghentikan kendaraan. Mereka berharap bisa menumpang kendaraan, agar tak jauh berjalan kaki.
Di awal perjalanan, terlihat mereka asyik bercengkarama. Namun, semakin jauh berjalan, rasa penat dan bosan pun menghampiri para tunas bangsa tersebut. Ada di antara mereka yang menghentikan jalannya karena kelelahan. Ada juga pelajar yang berhenti di pinggir jalan menunggu kendaraan yang lewat untuk dapat ditumpangi.
BACA JUGA: Air Mata sang Ibu Menetes saat Anaknya Digelandang Densus 88
Dandi, salah seorang murid SDN 17 Pulasan menyebutkan, perjalanan pulang sekolah akan lebih melelahkan dibanding ketika pergi. Karena itu, dia dan teman-temannya akan memanfaatkan kesempatan untuk menumpang pada setiap kendaraan yang lewat.
“Setiap ada kendaraan lewat searah, selalu kami lambaikan tangan agar mereka berhenti. Kami bisa menumpang. Sekalipun itu truk besar seperti colt diesel atau kendaraan lainnya, karena perjalanan pulang sekolah akan terasa jauh apabila cuaca mulai panas dan perut yang kelaparan,” ucapnya.
Bahkan diakuinya, jika dia dan kawan-kawannya merasa haus akibat berjalan, mereka sering meminum air yang berasal dari selang air milik warga yang berada di sepanjang jalan itu. Hal itu dikatakan Dandi, karena kebanyakan mereka tidak memiliki uang jajan yang cukup ke sekolah. Ada juga karena kehausan akibat kepanasan.
Maklum, umumnya warga di sana bekerja menyadap karet. Ketika musim hujan dan harga karet turun, maka imbasnya uang jajan mereka yang dipotong. Hal itu, menurut Dandi sudah terbiasa bagi mereka.
“Beberapa anak ada yang tidak membawa uang sepeserpun untuk jajan di sekolah. Jika, dalam kondisi susah,” tutur Dandi yang saat itu masih memakai seragam sekolah.
Cerita berbeda juga dirasakan Siska, 9, siswa kelas IV SDN 17, sepulang sekolah, mereka lebih memilih untuk membuka sepatu ketimbang memakainya. Selain karena jalannya berlumpur, ada juga yang beralasan, kaki mereka lecet akibat jauhnya berjalan kaki.
“Ketika pulang, kami lebih suka berjalan buka sepatu. Karena kaki sakit. Ada juga karena takut sepatunya kotor akibat jalan yang becek,”sebut Siska yang masih memancarkan wajah kelelahan siang itu.
Warni, ibunya Dandi berharap, akan ada perubahan di daerahnya, terutama sarana pendidikan seperti sekolah. Sehingga, anak-anak mereka tidak lagi bersekolah di tempat yang jauh dan terbebas dari kondisi memperihatinkan saat ini.
Ibu empat anak itu juga bercerita, bahwa jorong mereka tidak hanya tidak memiliki sekolah, namun juga tidak memiliki masjid.
“Padahal jumlah warga di jorong ini mencapai 600 jiwa lebih. Anak-anak yang wajib SD sekitar 100 orang lebih. Mungkin semuanya sampai 150. Tidak hanya itu saja, di daerah ini juga tidak ada masjid. Padahal, kami sangat membutuhkannya,”ujar Warni.
Sementara Siwar, 36, ibunya Siska menyebutkan, dahulunya jorong tersebut pernah didatangi pejabat pemerintahan, dan dijanjikan akan membangun mesjid. Namun hingga sekarang yang ada hanya pondasi masjidnya saja. Harapan Siwar merupakan gambaran keinginan seluruh masyarakat di Jorong Padanglaweh tersebut.
Ratusan masyarakat di jorong tersebut sangat menginginkan perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Siwar mengungkapkan, semenjak kampung itu ada, jalan yang mulus belum pernah mereka dapatkan. Belum lagi sarana pendidikan dan masjid yang tidak ada sama sekali.
“Warga di sini, sangat merindukan perubahan. Permintaan kami, tidak banyak, hanya ingin memiliki apa yang telah dimiliki warga di daerah lain yang lebih berkembang. Kami butuh bangunan SD di sini (Padanglaweh, red). Hati kami sering miris, melihat anak 7 tahun berjalan kaki menempuh perjalanan jauh demi menggapai citanya, “ ucapnya. (***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Serda Nana, Tentara yang Rajin Berdakwah
Redaktur : Tim Redaksi