jpnn.com, JAKARTA - Langkah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 sebagai Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menuai kritikan.
Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Sekjen Gerindra) Ahmad Muzani mengatakan, memang mengeluarkan Perppu yang menjadi kewenangan presiden itu dikeluarkan dengan syarat yang memungkinkan. Misalnya kalau keadaan mendesak dan dianggap memiliki keperluan darurat.
BACA JUGA: Perppu Ormas, HNW: Sangat Pasal Karet
"Pertanyaannya adakah yang darurat sehingga presiden perlu mengeluarkan Perppu?" kata Muzani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7).
Anak buah Prabowo Subianto di Partai Gerindra itu justru menilai pemerintah terlalu mudah mengeluarkan Perppu.
BACA JUGA: Pemerintah Harus Hargai Kewenangan DPR Bahas Perppu
Padahal, tidak ada alasan mendasar dan kuat bagi pemerintah untuk mengeluarkan Perppu Ormas.
"Pemerintah sepertinya terlalu gampang mengeluarkan Perppu. Beberapa Perppu yang dikeluarkan akhir-akhir ini tidak mengalami alasan yang mendasar bahwa itu perlu dikeluarkan Perppu," paparnya.
BACA JUGA: Tolak Perppu Ormas, Syafii Persoalkan Keraguan Bu Mega pada Alam Baka
Dia mencontohkan, presiden pernah mengeluarkan Perppu tentang kekerasan seksual terhadap anak. Padahal, Muzani menilai tidak ada alasan mendasar dan keharusan mengeluarkan Perppu itu.
"Bahwa hukuman kekerasan seksual terhadap anak diperberat kami sangat setuju. Tapi kemudian kenapa Perppu? Mengapa tidak mengajukan UU baru atau revisi UU? Loh kok Perppu?" kata Muzani.
Kemudian, kata Muzani, pemerintah pernah menerbitkan Perppu nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Padahal, Muzani menegaskan, beleid itu belum mendesak. "Apa ini mendesak? Bahwa ini penting, tapi apa mendesak?" kata anggota Komisi I DPR itu.
Kemudian, Perppu Ormas ini. Presiden, kritik Muzani, begitu gampang mengeluarkan Perppu tentang Ormas ini.
Dia masih ingat, UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas itu diputuskan lewat mekanisme voting di paripurna DPR periode lalu.
Fraksi Gerindra waktu itu menolak UU ini setelah berkonsultasi ke semua ormas-ormas besar yang lahir sebelum kemerdekaan.
"Mereka menyarankan kami Gerindra melakukan penolakan, maka suara kami menolak. Ketika itu Gerindra kan suara rakyat," katanya.
Alasannya, lanjut Muzani, karena ada kekhawatiran eksistensi ormas terancam. Pemerintah terlalu banyak mengatur ormas.
"Padahal ormas itu merasa di republik ini sudah teruji. Usianya lebih tua dari republik ini," katanya.
Tapi, sekarang malah direvisi presiden lagi aturan di UU Ormas itu lewat Perppu yang justru lebih mengancam eksistensi ormas.
"Pertanyaan apakah ada yang mendesak sehingga UU Ormas perlu direvisi, menurut kami tidak," katanya.
Gerindra belum melihat ada upaya persuasif dari negara kepada organisasi yang diindikasi menyebarkan paham lainnya. "Tidak ada upaya pendekatan, tidak ada dialog perasaan," ujarnya.
Padahal pembubaran itu harus melalui mekanisme pengadilan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bagaimana Nasib Perppu Ormas? Simak Nih Pendapat Agus Hermanto
Redaktur & Reporter : Boy