jpnn.com - MESKI memiliki intelligence quotient (IQ) 130 dan sering mendapat rangking terbaik, Ghantara Cosmo Arribath Jofano (8) belum mendapat perhatian selayaknya dari pemerintah. Apa ceritanya? Siapa dia?
Dede Supriadi, Radar Bogor
BACA JUGA: Waspada Papa dan Mama Minta Suara
Akhir pekan kemarin, suasana Kantor DPRD Kota Bogor terbilang cukup senyap. Seorang ibu bersama anaknya anteng duduk di lobi kantor dewan di Jalan Kapten Muslihat itu. Sang anak masih menggunakan celana seragam merahnya dengan sebuah tas sekolah yang dibawah sang ibu.
Keduanya mengaku kepada petugas keamanan dewan, ingin bertemu Wakil Rakyat. Katanya mau menyampaikan aspirasi. Mendengar itu, wartawan koran ini yang kebetulan berada di situ pun penasaran dan menghampiri sang ibu.
BACA JUGA: Kisah Ajaib Rian, Otak Tertusuk Kayu, Kening Diusap Ustaz Yusuf Mansur, Kini Menulis Buku
Setelah mengobrol lama, terungkap bahwa Purwatif Fatima Kusnan ingin meminta bantuan agar anaknya Cosmo (biasa Ghantara Cosmo Arribath Jofano disapa), bisa sekolah normal seperti anak-anak lainnya. Dia mengaku, keduanya hidup nomaden, menggelandang dan lapak-lapak kios di Pasar Anyar dijadikan rumah sementara.
Meski hidup di jalan, dia tetap ingin anaknya sekolah. Dia tak memiliki dana sehingga tak mampu mendaftarkan anaknya agar memiliki sekolah indukan atau lembaga formal yang menetap. Alasannya hanya satu karena biaya pendidikan yang mahal.
BACA JUGA: Begitu Ada Keputusan Panglima TNI, Para Pemain Sujud Syukur
Cosmo saat ini sudah duduk di kelas IV SD dan mengikuti pendidikan home schooling di Klinik Pendidikan Mipa (KPM) di Laladon Bogor Barat. “Dalam sehari, Cosmo mengikuti pendidikan secara mandiri sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB,” ujarnya.
Bicara soal kepintaran. Bisa diuji. Anaknya sudah meraih 5 piagam serta 2 piala setelah mengikuti perlombaan baca tulis hitung (calistung), lomba matematika, serta finalis Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Aksioma Madrasah Ibtidaiyah Tingkat Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Kenapa Fatimah menginginkan anaknya masuk sekolah normal? Alasannya karena dia ingin anaknya mengikuti ujian nasional. Dia pun sudah mati-matian mencari duit. Mulai dari jualan plastik hingga pekerjaan berat lain sudah dia tekuni.
Dia menjelaskan, pendapatan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan tak menentu. Jika sejak pagi, pemasukan yang didapat dari berjualan plastik hingga sore hari itu mencapai Rp40 ribu sampai Rp50 ribu.
“Sedangkan, kebutuhan untuk anak saya saja sebesar Rp20 ribu per hari,” lirihnya.
Meski di hari Minggu, Cosmo juga masih aktif latihan pencak silat di tempat yang sama. “Aktivitasnya terus, setiap hari harus bangun subuh, saya sedih karena anak saya cuma anak jalanan, belum punya sekolah indukan, karena saya tidak punya biaya untuk sekolah formal,” ucapnya.
Akhirnya Cosmo saat itu terpaksa tidak bersekolah ke sekolah non formalnya itu, lantaran tak memiliki biaya untuk sekolah. “Enggak sekolah hari ini, saya enggak punya uang, makanya saya ke dewan untuk mencari bantuan biaya anak saya,” keluhnya.
Fatimah sudah terbiasa menjadi ibu sekaligus kepala keluarga sejak suaminya meninggalkan dirinya bersama anak-anak. Dirinya hanya berharap ada keajaiban yang dapat membantu dirinya dari keterpurukan ekonomi ini. Dia pun menunjukkan piagam prestasi sang anak dan hasil tes IQ dari RS Marjuki Mahdi yang menunjukan nilai IQ-nya sebesar 130.(dedesupriadi/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu yang Masukin Umar Patek ke Moro itu Saya
Redaktur : Tim Redaksi