jpnn.com, NUNUKAN - Kegaduhan terjadi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Nunukan, Kalimantan Utara, Senin (10/7).
Suasana sekolah yang awalnya tenang mendadak ribut akibat kegaduhan yang terjadi di ruang guru lantai dua.
BACA JUGA: Tolong, Jangan Sampai Anak Pandai Tersisih karena Permainan Uang
Kegaduhan itu berasal dari protes keras orang tua pelajar yang anaknya tidak diterima lantaran tak memenuhi syarat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA. Meskipun suasana sempat ribut, aktivitas belajar mengajar tetap berlangsung.
Dari informasi yang dihimpun Radar Tarakan (Jawa Pos Group), orang tua pelajar berinisial SM itu mengaku kecewa dengan sikap seorang guru yang telah memberikan harapan kepadanya.
BACA JUGA: Mendikbud: Sekolah Gratis Itu Memang Menyesatkan
Yakni, anaknya yang tidak memenuhi standarisasi nilai yang ditentukan berpeluang diterima kembali. Sehingga, dirinya tidak mendaftarkan anaknya ke sekolah lainnya.
“Seharusnya pihak sekolah itu kabari kami jika memang benar tidak diterima anak kami. Biar ada antisipasi untuk di sekolahkan ke tempat lain. Tapi ini tidak. Saya hanya dijanjikan jika anak saya aman saja. Nyatanya, anak saya tidak bisa sekolah,” menyampaikan kekesalannya di luar sekolah usai diamankan anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Nunukan yang sedang bertugas mengamankan hari pertama sekolah kemarin.
BACA JUGA: Pengeluaran Ortu Siswa Sudah Besar, Jangan Dipungli
Menurutnya, salah seorang guru yang juga panitia PPDB SMA 2 Negeri Nunukan pernah memberikan kepastian kepadanya bahwa anaknya bakal diterima.
Sebab, selain termasuk 10 besar batas nilai standar yang ditentukan, anaknya juga bertempat tinggal dekat dengan SMA 2 Negeri Nunukan.
“Makanya saya percaya dan tenang saja. Tapi, nyata seperti ini. Saya kecewa dan tidak terima diperlakukan seperti ini,” ujar pria yang belakangan diketahui sebagai anggota Polri yang bertugas di Polres Nunukan.
Dikonfirmasi mengenai hal itu, Kepala SMA 2 Negeri Nunukan, Mery Padang membenarkan kejadian tersebut.
Ia mengaku tidak menyangka jika ada orang tua sampai melakukan aksi protes yang begitu keras. Bahkan, sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan.
“Sebenarnya hanya salah paham bapak itu. Kami bisa jelaskan, tapi karena terbawa emosi lalu keluarlah kata-kata yang tidak pantas yang ditujukan ke guru. Karena sudah keterlaluan, makanya sebagian guru tidak terima dan terjadilah keributan itu,” ungkapnya.
Dikatakan, pihaknya tidak pernah memberikan janji apalagi sampai memberikan kepastian kepada siapapun orang tua pelajar yang tidak memenuhi syarat kembali diterima.
Sebab, penambahan rombongan belajar (rombel) harus mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimatan Utara (Kaltara).
“Pertemuan yang di DPRD, yang pertama kali sejak kasus PPDB ini muncul itu tidak resmi, tidak sah karena tidak melibatkan orang provinsi. Makanya, keputusan itu tidak bisa dijadikan patokan juga,” ujarnya menjelaskan.
Olehnya itu, lanjutnya, penambahan rombel tidak dilakukan. Dan, katanya, jumlah pelajar yang diterima di SMA Negeri 2 Nunukan ini sesuai dengan kuota yang ada. Yakni, 72 pelajar dengan 2 rombel yang masing-masing rombel berisi 36 pelajar.
“Kalau memang ada tambahan rombel dan tambahan itu resmi, maka saya pastikan juga anak-anak yang diterima berdasarkan nilai grade yang sesuai urutannya. Tidak pilih-pilih anak dari mana. Dilakukan secara adil,” jelasnya seraya menyampaikan jika kegaduhan yang terjadi sudah diselesaikan dengan bijaksana dengan aparat keamanan yang ada.
Terpisah, Kapolres Nunukan AKBP Jefri Yuniardi, SIK membenarkan jika orang tua pelajar yang mengamuk di SMA 2 Negeri Nunukan merupakan anggota Polri dan bertugas di Polres Nunukan berpangkat Aiptu.
Saat ini, oknum Polisi tersebut sedang diperiksa pihak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Nunukan.
“Sedang menjalani pemeriksaan oleh Propam. Hasilnya masih ditunggu,” ungkapnya kepada media saat dikonfirmasi kemarin.
Dikatakan, sikap dan prilaku yang dilakukan oknum Polisi tersebut menjadi hal yang cukup membuat institusi yang dipimpinnya tercoreng. Sehingga, apapun alasannya, tetap membawa nama institusi Polri.
“Waktu kejadian, hanya berposisi sebagai orang tua. Tidak ada maksudnya membawa nama Polisi atau lainnya,” pungkasnya. (oya/eza)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nilai Anak Cukup, Rumah Dekat Sekolah tapi tak Diterima, Orang Tua Kecewa
Redaktur & Reporter : Soetomo