Analis Ungkap Kondisi Kripto Global Saat Ini, Simak

Kamis, 02 Mei 2024 – 15:57 WIB
Pakar Octa Analisis Kar Yong Ang mengungkapkan kondisi mata uang kripto secata global yang terjadi saat ini. Foto: Octa

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Octa Analisis Kar Yong Ang mengatakan empat tahun sekali dunia kripto dihebohkan dengan peristiwa penting dalam sejarah mata uang kripto major (halving Bitcoin).

Pada Mei 2020 lalu, terjadi peningkatan besar-besaran pada transaksi BTC, yang didorong oleh bertumbuhnya adopsi dan keterlibatan komunitas.

BACA JUGA: Halving Bitcoin Usai, Begini Prediksi Upbit soal Prospek Pasar Kripto Indonesia

Menurut dia, tren ini membawa manfaat bagi keseluruhan lanskap kripto.

"Halving yang terbaru terjadi beberapa waktu lalu, tepatnya Jumat, 19 April 2024, dengan jumlah bitcoin yang dibuat setiap 10 menit sekali turun ke 3,125," ungkap dia dalam siaran persnya, Kamis (5/4).

BACA JUGA: Investor Wajib Waspada, Analis Sebut Kripto Terpengaruh Efek The Fed

Dia menjelaskan yang membedakan halving adalah meningkatnya keterlibatan institusional sejak 2020, disertai dengan integrasi produk keuangan tradisional seperti ETF.

Hal ini, kata dia, makin banyaknya Bitcoin yang dipegang oleh para investor institusional jangka panjang, memicu pembahasan menyangkut guncangan pasokan.

BACA JUGA: Permintaan Mata Uang Kripto Diprediksi Meningkat, Ini Analisisnya

"Kita tidak bisa mengetahui segalanya mengenai masa depan kripto. Namun, untuk mendapatkan wawasan lebih luas, harus memahami konteksnya," ujarnya

Kripto berawal dengan Bitcoin pada 2009. Saat Bitcoin menjadi makin populer, mata uang lain, seperti Namecoin dan Litecoin pada 2011, memasuki pasar, dengan fitur uniknya masing-masing.

Kemajuan besar terjadi pada 2015, ketika Ethereum dan kontrak pintar membuka pintu untuk aplikasi yang terdesentralisasi (dApps) dan tokenisasi aset.

Namun, maraknya ICO pada 2017 membawa kekhawatiran mengenai penipuan dan regulasi. Sehingga menyebabkan penurunan yang disebut Crypto Winter pada 2018.

"Periode ini membawa kita ke penilaian ulang proyek-proyek blockchain, dan menyorot kebutuhan akan aplikasi praktis," tuturnya.

Kemudian, lanjutnya, pada 2020, lanskap berubah dengan pertumbuhan finansial terdesentralisasi (decentralised finance atau DeFi), yang menyediakan layanan keuangan baru tanpa perantara tradisional.

Hal ini menyebabkan kemunculan platform-platform seperti MakerDAO, Compound, dan Uniswap.

Pada tahun, terjadi lonjakan token non-fungible (NFT), yang menampilkan potensi blockchain dalam seni, barang koleksi, gaming, dan hiburan.

Tren ini mendapat perhatian masyarakat luas. Khususnya, NFT dari Beeple terjual dengan nilai yang memecahkan rekor sebesar $69 juta.

Dengan perubahan ini, lembagaseperti PayPal, Visa, dan Tesla makin menyambut terbuka mata uang kripto.

Ini adalah bukti peningkatan minat atas aset digital. Makin banyak perusahaan mulai menerima kripto: Ralph Lauren, Microsoft, dan airBaltci melalui pembayaran online langsung; sementara Adidas, DoorDash, dan Chevron melalui kartu hadiah.

Bitrefill bahkan melampaui batas ritel, mencakup kartu kredit, utilitas, pinjaman, layanan kesehatan, hipotek, dan banyak lagi.

Pada 2022, FTX, sebuah bursa kripto utama, bangkrut, menimbulkan keraguan di pasar.

Namun, 2023 pemulihan kuat terjadi, dengan melonjaknya nilai Bitcoin dan Ethereum, masing-masing lebih dari 160% dan dua kali lipat.

"Para investor seperti BlackRock dan Fodelity makin mendorong keyakinan, dan UE menyetujui beberapa regulasi kripto," kata Kar Yong Ang. (ddy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... CEO INDODAX: Indonesia Berpeluang Besar untuk Mengembangkan Industri Kripto


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler